============================
Allah swt berfirman :
(لَقَدۡ كَانَ لِسَبَإࣲ فِی مَسۡكَنِهِمۡ ءَایَةࣱۖ جَنَّتَانِ عَن یَمِینࣲ وَشِمَالࣲۖ كُلُوا۟ مِن رِّزۡقِ رَبِّكُمۡ وَٱشۡكُرُوا۟ لَهُۥۚ بَلۡدَةࣱ طَیِّبَةࣱ وَرَبٌّ غَفُورࣱ)
Artinya : Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan), “Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun. [Surat Saba’ 15]
????????
Tanah air ku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai
Walaupun banyak negeri kujalani
Yang masyhur permai dikata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Di sanalah ku rasa senang
Tanah ku tak kulupakan
Engkau kubanggakan
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargaiKuhargai
????????
Negeri Saba adalah ikon kesejahteraan sebuah negeri yang ditampilkan Allah swt di dalam Alquran. Negeri yang gemah ripah loh jinawe. Kesejahteraan rakyatnya dirasakan dengan optimalnya sumber daya alam yang menghasilkan berbagai macam hasil bumi. Kebun-kebun yang selalu menghasilkan panen melimpah. Semuanya menjadikan penduduknya semakin dekat dengan Tuhannya sehingga Dia ridha dengan kehidupan mereka.
Ikatan cinta terhadap tanah air adalah ikatan suci yang Allah swt curahkan kepada setiap hamba-Nya. Tanah kelahiran yang telah mengantarkan kepada kehidupan. Di sanalah ia lahir dan dibesarkan, meraih asa untuk sebuah kebahagiaan. Karena itulah, kemanapun akhirnya langkah kaki terhenti, tetap saja kerinduan kepada tanah air akan selalu menghidupkan jiwa kerinduan. Begitulah yang dikatakan Ibu Sud dalam gubahan lagu Tanah Airku di atas. Sehebat apapun negeri orang, seindah apapun hidup di perantauan, tanah kelahiran tetap menjadi tambatan hati yang tak tergantikan.
Alquran menampilkan gambaran kecintaan kepada negeri dan bangsa ini dalam untaian ayat-ayat yang indah. Kehidupan para Rasul yang diutus oleh Allah swt dari golongan kaumnya sendiri selalu meninggalkan jejak-jejak nasionalisme yang sangat kuat. Mari kita lihat uraian ayat-ayat yang indah itu.
KERINDUAN ITU SAMPAI TERBAWA MIMPI
Rasulullah Muhammad saw tentunya sangat sedih ketika terpaksa harus meninggalkan Mekah demi membesarkan dakwahnya. Di sanalah beliau lahir, menapaki kehidupan yang sulit sebagai anak yatim. Melangkah setapak demi setapak melatih kemandirian hingga mampu membangun keluarga hidup bersama suku Quraisy yang didihormati. Hati siapa yang tidak sedih ketika justru orang-orang dekatnya itulah yang merekayasa untuk membunuhnya.
Di negeri barunya, Madinah Al Munawwarah beliau justru mendapatkan keluarga baru yang dengan gegap gempita menyambut kedatangannya, menyiapkan semua kebutuhannya, bahkan membelanya dengan segenap jiwa dan raga. Bertahun-tahun beliau m membangun pondasi kehidupan yang baru, namun kerinduan kepada tanah air itu-pun tak terelakkan.
Ibnu Abbas dalam hadis riwayat al-Tirmidzi menjelaskan betapa cinta dan bangganya Rasul pada tanah kelahirannya. Rasa cinta tersebut terlihat dari ungkapan kerinduan beliau terhadap Mekah. Beliau mengatakan, “Alangkah indahnya dirimu (Mekah). Engkaulah yang paling kucintai. Seandainya saja dulu penduduk Mekah tidak mengusirku, pasti aku masih tinggal di sini” (HR: al-Tirmidzi).
Kerinduan itu semakin memuncak ketika menjelang bulan haji. Terbayang dalam diri beliau keluarga besarnya yang dipercaya sebagai pelayan Ka’bah. Di tengah-tengah kejayaan perjuangan beliau di perarantauan, bayangan indah kampung halaman itu tetap menyapa, inilah cinta.
Kerinduan ini tentunya diikuti kebanggaan akan kejayaan negerinya. Beliau rindu agar masyarakatnya beriman dan merasakan indahnya Islam sebagaimana yang dirasakan oleh masyarakat Madinah dan sekitarnya. Inilah yang kemudian direspon Allah swt dengan mengirimkan kabar gembira akan kemenangan Islam.
(لَّقَدۡ صَدَقَ ٱللَّهُ رَسُولَهُ ٱلرُّءۡیَا بِٱلۡحَقِّۖ لَتَدۡخُلُنَّ ٱلۡمَسۡجِدَ ٱلۡحَرَامَ إِن شَاۤءَ ٱللَّهُ ءَامِنِینَ مُحَلِّقِینَ رُءُوسَكُمۡ وَمُقَصِّرِینَ لَا تَخَافُونَۖ فَعَلِمَ مَا لَمۡ تَعۡلَمُوا۟ فَجَعَلَ مِن دُونِ ذَ ٰلِكَ فَتۡحࣰا قَرِیبًا)
Artinya : Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, Insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedangkan kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat [Surat Al-Fath 27]
Inilah nasionalisme, kecintaan terhadap tanah air yang sempat dicemburui oleh kaum Anshar. Ketika Rasulullah saw memberikan ghanimah yang banyak kepada para tokoh Mekah sedangkan mereka baru saja masuk Islam, padahal kaum Anshar sudah memberikan segalanya. Menyediakan tempat tinggal ketika kaumnya mengusirnya. Menemani ketika kaumnya mengucilkannya. Membela ketika kaumnya memeranginya. Maka, nasionalisme itu beliau luruskan dengan statemen yang sangat mulia :
“Wahai kaum Anshar sahabat-sahabatku, bukankah dulu aku mendapati kalian dalam keadaan tersesat, kemudian Allah memberikan petunjuk-Nya kepada kalian. Bukankah dulu kalian kekurangan, lalu Allah mencukupi kalian. Bukankah dulu kalian berpecah-belah, kemudian Allah menyatukan hati-hati kalian?”
Kebanggaan pulang membawa Allah dan Rasul-Nya, tentunga lebih mulia dibandingkan mereka pulang hanya membawa harta.
Nasionalisme, hendaknya didasarkan kepada cinta kepada Allah swt dan Rasul-Nya. Cinta ketika negerinya dipenuhi orang-orang yang jujur. Cinta ketika negerinya dipimpin oleh pemimpin yang takit kepada Tuhannya. Rindu negerinya menjadi negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
===========================
Pati, 16/8/2021
Pelayan SMPIT Insan Mulia Pati
Fullday and Boarding School
nanangpati@yahoo.co.id