AIR MATA NASIONALISME (2)

÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷

Allah swt berfirman :

(إِذۡ قَالَ لَهُمۡ أَخُوهُمۡ نُوحٌ أَلَا تَتَّقُونَ ۝ إِنِّی لَكُمۡ رَسُولٌ أَمِینࣱ ۝ فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِیعُونِ ۝ وَمَاۤ أَسۡـَٔلُكُمۡ عَلَیۡهِ مِنۡ أَجۡرٍۖ إِنۡ أَجۡرِیَ إِلَّا عَلَىٰ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِینَ)

Artinya : Ketika saudara mereka (Nuh) berkata kepada mereka, “Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepada kalian, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepada kalian atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. [Surat Asy-Syu’ara 106 – 109]

Hakikat nasionalisme yang diajarkan dalam Islam adalah keinginan agar negerinya menjadi tempat yang di sana subur keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakatnya. Bukan sekedar bangga tanpa prestasi, namun rindu ketika negerinya menjadi mulia, unggul dibandingkan negeri yang lain.

Cita-cita ini harus diperjuangkan, sebab kejayaan itu datang begitu saja tanpa usaha. Maka setiap anak negeri harus siap berkorban untuk kejayaan negerinya. Ketika setiap orang rela berkorban untuk negerinya tanpa tendensi, maka pada saat itulah fajar kejayaan itu terbit.

Para Rasul diutus oleh Allah swt untuk menemani kaumnya meraih kejayaan. Setiap mereka dilahirkan dari golongan mereka. Tokoh-tokoh ini lahir dari rahim negeri. Hal inilah yang menjadikan mereka rela bersabar terus mengajak kaumnya ke jalan yang diridhai Allah swt.

Ikhlas dalam Berjuang

Lihatlah kecintaan para Rasul terhadap negeri, mereka berjuang tanpa pamrih. Merelakan semua yang dimiliki demi kejayaan negeri. Perjuangan itu bukan sekedar mengincar jabatan. Juga bukan untuk mengumpulkan kekayaan untuk dirinya. Bukan juga untuk ketenaran mereka. Bagi mereka yang terpenting adalah berjuang, soal balasan itu urusan Allah swt saja.

Renungilah kegigihan Nabi Nuh as. Perjuangannya tanpa mengenal lelah, tanpa hitungan. Beliau berdakwah siang malam, sembunyi-sembunyi dan terang-terangan. Berbagai nasihat dengan berbagai cara beliau sampaikan. Dengan nasihat yang lembut, penyampaian kabar gembira, ancaman yang meluruskan dan berbagai manuver dakwah beliau lakukan. Selama seribu kurang lima ratus tahun beliau lalui demi menyelamatkan kaumnya dari kesesatan. Pada akhirnya, doa-pun beliau panjatkan agar negerinya menjadi tempat yang diridhai Allah swt.

Lihatlah Nabi Syuaib as, kecemburuan atas kaumnya agar menjunjung tinggi kejujuran dalam bisnis. Tidak ada tendensi apapun dalam diri beliau kecuali agar negerinya dipenuhi keadilan yang akan melahirkan kesejahteraan bagi semua penduduknya.

( إِنۡ أُرِیدُ إِلَّا ٱلۡإِصۡلَـٰحَ مَا ٱسۡتَطَعۡتُۚ وَمَا تَوۡفِیقِیۤ إِلَّا بِٱللَّهِۚ عَلَیۡهِ تَوَكَّلۡتُ وَإِلَیۡهِ أُنِیبُ)

Artinya : ‘Aku tidak ber­maksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali. [Surat Hud 88]

Kemurnian perjuangan ini walaupun dicurigai oleh umatnya, namun tidak mampu menggoyahkan niat dan semangat nasionalisme dalam tumbuh di dalam diri.

Wajar kalau perjuangan ini dicurigai untuk memperkaya diri, mencari kedudukan bahkan dicurigai untuk memecah belah masyarakat. Inilah yang dikatakan oleh Fir’aun untuk membuat kamuflase atas kebenaran langkah Nabi Musa as. agar masyarakat terkecoh dengan kebenaran itu.

(وَقَالَ فِرۡعَوۡنُ ذَرُونِیۤ أَقۡتُلۡ مُوسَىٰ وَلۡیَدۡعُ رَبَّهُۥۤۖ إِنِّیۤ أَخَافُ أَن یُبَدِّلَ دِینَكُمۡ أَوۡ أَن یُظۡهِرَ فِی ٱلۡأَرۡضِ ٱلۡفَسَادَ)

Artinya : Dan berkata Fir’aun (kepada pembesar-pembesarnya), “Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku khawatir ia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi. [Surat Ghafir 26]

Nasionalisme Nabi Musa as. itulah yang menjadikan beliau pulang kampung untuk mencoba merubah keadaan negeri. Ketulusannya ini yang menjadikan turunnya pertolongan Allah swt, dan beliau menunjukkan bukti ketulusan perjuangan itu. Setelah tenggelamnya Fir’aun tidak pernah Nabi Musa as. mengangkat dirinya menjadi raja bagi Bani Israil. Juga bukan mengumpulkan banyak harta untuk kekayaan dirinya sendiri.

Di surat Asy Syuara dijelaskan dengan detil bahwa semua Rasul berjuang tanpa pamrih demi membela umatnya agar mereka senantiasa berjalan di atas kebenaran hidayah Tuhannya. Perjuangan yang dilakukan tanpa pamrih itu dilalui dengan mengatasi berbagai rintangan yang justru datang dari kaumnya itu sendiri. Maka, kemurnian nasionalisme itu terbukti dengan tetap tegarnya mereka di atas visi perjuangan hingga Allah swt mengantarkannya menuju kemenangan.

Tetesan Air Mata Sang Perintis

Nabi Ibrahim as yang dipercaya untuk membuka jalan kemuliaan bagi sebuah negeri yang dikenal dengan Makkatul Mukarramah. Beliau yang pertama kali menginjakkan kaki, tinggal di sebuah lembah tandus tanpa penghuni. Istri dan anaknya yang dipercaya Allah swt menjadi sebab ramainya kota itu dengan memancarnya sumber mata air zam-zam. Beliau juga yang memulai pembangunan baitullah Ka’bah yang mulia. Dan di situ pulalah keluarga besarnya turun temurun menjadi sebuah masyarakat.

Begitu banyaknya perjuangan beliau di negeri itu, maka ikatan hati ini tertanam begitu kuat dalam diri beliau. Kecintaan atas sebuah negeri yang telah menjadi saksi perjalanan sebuah peradaban ini tak terelakkan. Dari Palestina beliau rela riwa-riwi ke Mekah agar negeri itu dipenuhi petunjuk-Nya. Di situ beliau mendidik anak dan istrinya agar kelak anak cucunya mengenal Tuhan yang telah menciptakannya. Beliau bimbing mereka bagaimana cinta kepada Allah swt harus diletakkan di atas semua kecintaan kepada hamba. Pengorbanan yang paling tinggi adalah berkorban demi sang pencipta. Tidak hanya itu, kecintaannya kepada negeri menggerakkannya untuk terus menjaga anaknk turunannya agar diberkahi dengan kekayaan alam yang melimpah demi kesejahteraan mereka. Eksistensi sebuah negeri yang berdaulat dengan Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam yang berkualitas juga tidak lepas dari perhatian beliau. Maka, dalam bait-bait do’anya beliau menyampaikan :

(وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَ ٰ⁠هِـۧمُ رَبِّ ٱجۡعَلۡ هَـٰذَا بَلَدًا ءَامِنࣰا وَٱرۡزُقۡ أَهۡلَهُۥ مِنَ ٱلثَّمَرَ ٰ⁠تِ مَنۡ ءَامَنَ مِنۡهُم بِٱللَّهِ وَٱلۡیَوۡمِ ٱلۡـَٔاخِرِۚ قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُۥ قَلِیلࣰا ثُمَّ أَضۡطَرُّهُۥۤ إِلَىٰ عَذَابِ ٱلنَّارِۖ وَبِئۡسَ ٱلۡمَصِیرُ)

Artinya : Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian:” Allah berfirman, “Dan kepada orang yang kafir pun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” [Surat Al-Baqarah 126]

Inilah nasionalisme, wujud kecintaan seorang anak bangsa kepada negerinya yang diwariskan dari generasi ke generasi. Kecintaan itu memunculkan perjuangan yang suci, tidak terkotori dengan obsesi rendah sekecil apapun. Tidak ada kegembiraan kecuali ketika melihat negerinya mulia dan dipenuhi oleh orang-orang mulia dengan segala perilaku kemuliaannya. Bahkan, ketika tuntutan nasib membawa diri berlatuh ke tempat lain, kecintaan itu tetap tumbuh dan kerinduan itu membuncah, sebab dimanapun bumi dipijak, disitulah langit dijunjung.

===========================
Pati, 17/8/2021
Pelayan SMPIT INSAN MULIA PATI JATENG
Fullday and Boarding School
nanangpati@yahoo.co.id

Tebarkan Kebaikan