{اللَّهُ نزلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ (23) }
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya. (QS. AZumar:23)
Alquran mempunyai keistimewaan sebagai sebuah kitan yang mampu masuk ke dalam relung hati manusia. Bagaimanapun bentuk hatinya, Alquran akan tetap mampu menyentuh dan mempengaruhi hati.
Salah seorang ulama yang. merasakan sentuhan hati ini adalah Fudhail bin Iyadl. Sebelumnya, beliau adalah seorang perampok yang banyak ditakuti oleh setiap orang. Sampai suatu ketika beliau sedang memanjat rumah mangsanya, namun tiba2 terdengar sang tuan rumah membaca ayat :
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ
Bukankah telah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah (QS. Al-Hadid : 16)
Begitu mendengar ayat ini, hati Fudhail bin Iyadh tersentuh. Beliau tertegun, dan menjawab :
“Tentu saja wahai Rabbku. Sungguh telah tiba saatku (untuk tunduk hati mereka mengingat Allah).”
Fudhail pun kembali (tidak melanjutkan misinya), dan beristirahat di sebuah bangunan rusak. Tiba-tiba datang sekelompok rombongan yang sedang lewat. Sebagian anggota rombongan itu berkata: “Kita jalan terus,” sementara yang lain berkata: “Kita istirahat saja sampai pagi, karena si Fudhail berada di arah jalan kita ini, dan dia akan menghadang dan merampok kita.”
Mendengar hal ini, Fudhail-pun merenung: ‘Aku sedang melakukan kemaksiatan di malam hari (mengintip sang wanita) sementara kaum muslimin di sini ketakutan karenaku (khawatir Fudhail akan menghadang mereka), dan menurutku tidaklah Allah menggiringku kepada mereka ini melainkan agar aku berhenti (dari kemaksiatan). Ya Allah, sungguh aku telah bertaubat kepada-Mu dan aku jadikan taubatku itu dengan tinggal di Baitul Haram’.”
Begitulah saudaraku. Hendaknya ketika kita membaca/mendengar ayat Alquran mampu merasakan bahwa Allah sedang berbicara dengan kita. Setiap Allah mengisahkan ancaman, maka hendaknya merasa bahwa kita sedang diancam. Dengan begitu Alquran akan terasa hidup di hati kita. Mampu menyirami hati dengan taujih-taujih yang sangat menyentuh dan mampu melunakkan hati setiap pembaca dan pendengarnya.
Semoga Allah karuniakan keindahan di dalam hati kita.
اللهم ارحمنا بالقران
Pati, 11/2/2019
Nanang Kosim
Ma’had Tahfidhul Quran Abu Bakar Ash Shidiq Pati