DUA DUNIA YANG BERBEDA

Serial Parenting

÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷

Allah swt berfirman :

(ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلࣰا لِّلَّذِینَ كَفَرُوا۟ ٱمۡرَأَتَ نُوحࣲ وَٱمۡرَأَتَ لُوطࣲۖ كَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَـٰلِحَیۡنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡهُمَا مِنَ ٱللَّهِ شَیۡـࣰٔا وَقِیلَ ٱدۡخُلَا ٱلنَّارَ مَعَ ٱلدَّ ٰ⁠خِلِینَ)

Artinya : Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir, istri Nuh dan istri Lut. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya), “Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka).” [QS. At Tahrim;10]

Saudaraku, kali ini kita akan menyaksikan hasil pendidikan yang sukses dan yang gagal. Salah satu sebab utama yang akan kita soroti pada kali ini adalah pentingnya lingkungan terutama pengasuh yang akan banyak memberikan dampak terhadap pembentukan sikap bagi anak-anak. Model kita kali ini ditampilkan Allah swt melalui kisah putra Nabi Nuh as. dan putra Nabi Ibrahim as. Sama-sama anak seorang Nabi dan Rasul, namun kedua anak ini bertolak belakang dalam hal terbentuknya karakter ke-Islaman.

Nabi Ibrahim as. berhasil mendidik keluarganya mewarisi segala kebaikan yang beliau miliki. Keyakinan dan ketaatannya kepada Allah swt yang tulus dan tanpa pertimbangan apapun berhasil diwarisi oleh sang istri tercinta yaitu Siti Hajar. Ketaatan itu terlihat pada saat dia bersama anaknya yang masih kecil ditinggalkan di tengah lembah gersang yang tanpa sumber penghidupan dan tanpa penghuni seorangpun. Demi melaksanakan titah Allah swt perintah itupun dilaksanakan dengan penuh keikhlasan.

Di sanalah seorang anak kecil dididik oleh ibu yang solihah dengan sentuhan keyakinan kepada Tuhannya. Ismail kecil dididik dengan baik oleh ibunya. Lingkungan yang kondusif, pendidik yang berkualitas, serta keluarga yang mempunyai visi pendidikan untuk anak-anaknya. Itulah membentuk Ismail kecil mewarisi berbagai kebaikan sebagai hasil pendidikan dari kedua orangtuanya. Walhasil, anak ini menjadi sosok luar biasa yang menghentak dunia, ketika datang perintah Allah swt untuk menyembelihnya. Maka hasil didikan yang luar biasa ini diabadikan Allah swt di dalam kitab suci-Nya.

(فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡیَ قَالَ یَـٰبُنَیَّ إِنِّیۤ أَرَىٰ فِی ٱلۡمَنَامِ أَنِّیۤ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ یَـٰۤأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِیۤ إِن شَاۤءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِینَ)

Artinya : Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Hai Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab, “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” [Surat Ash-Shaffat 102]

Lihatlah hasil pendidikan itu, orangtua yang berkualitas, lingkungan yang kondusif, kurikulum pendidikan yang aplikatif, semuanya membentuk diri Ismail as. menjadi anak Solih yang taat kepada Tuhannya sekaligus berbakti kepada kedua orangtuanya.

Pemandangan yang kontras terlihat dari kehidupan Nabi Nuh as. Anak yang sangat dicintainya tidak mampu mewarisi nilai-nilai kenabian yang beliau bawa. Jangankan menjadi hamba Allah yang taat, ketaatan kepada sang ayah pun tidak terlihat hingga detik-detik akhir dia terombang-ambing dalam ombak banjir besar yang menenggelamkan orang-orang kafir.

Beberapa riwayat menyampaikan bahwa Kan’an ini adalah anak Nabi Nuh as. dari istrinya yang juga tidak beriman kepada dakwah beliau. Seorang anak yang dididik oleh seorang ibu yang tidak beriman, membesarkan anaknya dengan sikap kemunafikan. Sang ibu yang dengan segala keingkarannya berusaha menghalangi dakwah suaminya, setiap ada orang yang beriman ia kabarkan kepada orang kafir, sehingga mereka menjadi korban kebencian dan caci maki orang-orang kafir tersebut. Interaksi sang anak dengan orang-orang kafir yang lebih dominan lebih mewarnai kepribadiannya daripada dakwah sang ayah yang selalu ditentangnya itu. Walhasil, walaupun anak seorang Nabi, namun sentuhan kebaikan itu tidak terlihat dalam kepribadiannya. Guru yang baik, namun tidak didukung dengan lingkungan yang kondusif menjadikan Kan’an tidak terbentuk dalam keberhasilan pendidikan yang didambakan orangtuanya. Luapan cinta sang ayah dan harapan yang sangat besar akan keimannya terpaksa harus tunduk dengan titah Allah swt yang memisahkan mereka berdua dari ikatan keluarga.

(وَنَادَىٰ نُوحࣱ رَّبَّهُۥ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ٱبۡنِی مِنۡ أَهۡلِی وَإِنَّ وَعۡدَكَ ٱلۡحَقُّ وَأَنتَ أَحۡكَمُ ٱلۡحَـٰكِمِینَ) (قَالَ یَـٰنُوحُ إِنَّهُۥ لَیۡسَ مِنۡ أَهۡلِكَۖ إِنَّهُۥ عَمَلٌ غَیۡرُ صَـٰلِحࣲۖ فَلَا تَسۡـَٔلۡنِ مَا لَیۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۖ إِنِّیۤ أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ ٱلۡجَـٰهِلِینَ)

Artinya : Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.” Allah berfirman, “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik Sebab itu, janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.” [Surat Hud 45-46]

Itulah pendidikan, semua sisi harus dikondisikan agar mampu membentuk kepribadian anak dengan sempurna. Tiga komponen yang harus seiring dan seirama adalah keluarga, sekolah dan lingkungan. Dalam konteks lingkungan pergaulan anak, di zaman ini orangtua juga harus peka dengan lingkungan pergaulan yang tidak terlihat, yaitu media sosial. Setiap orangtua harus paham dengan siapa anaknya bergaul di media sosial, kalimat macam apa yang diucapkan teman-temannya serta gambar atau video seperti apa yang di-posting dalam grup-grup media sosial anak. Bagi orangtua yang menginginkan anaknya tumbuh dalam lingkungan yang baik, wajib mengetahui kondisi ini agar anaknya tidak dididik oleh lingkungan yang tidak baik. Agar tidak terjadi anak-anak dididik dengan didikan yang baik ketika di rumah, namun tiba-tiba dirusak oleh kalimat-kalimat kasar, gambar-gambar tak bermoral atau video-video gak senonoh yang sesungguhnya hal itu tanpa disadari masuk ke rumah-rumah orangtua Solih yang tidak peka dengan gadget yang diberikan sendiri kepada anak-anaknya.

========================
Pati, 2/1/2021
Pelayan SMPIT INSAN MULIA BOARDING SCHOOL, PATI, JATENG
nanangpati@yahoo.co.id

Tebarkan Kebaikan