Allah swt. berfirman :
قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَى مَا تَصِفُونَ (18) }
Ya’qub berkata, “Sebenarnya diri kalian sendiri yang memandang baik perbuatan (yang buruk) ini; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian ceritakan.” QS. Yusuf;18
Kisah panjang Nabi Ya’qub as. dengan kedua belas putranya memberikan pelajaran kepada kita akan pentingnya akhlak sebagi orangtua ketika dihadapkan kepada ujian berupa anak-anak yang nakal. Penggalan kisah ketika saudara Yusuf membuat tipu daya dengan membuang saudaranya yang paling disayangi sang ayah ke dalam sumur, kemudian membawa baju berlumuran darah yang dilaporkan sebagai bukti bahwa benar-benar Yusuf telah dimakan serigala membimbing kita bagaimana seorang ayah menghadapi kebohongan anak-anaknya.
Bukan tidak tahu, Ya’qub as. paham bahwa anak-anaknya berbohong tentang hilangnya Yusuf. Hal ini dikarenakan dia melihat baju Yusuf tidak terkoyak sama sekali. Mana mungkin seseorang yang dimakan serigala sampai bajunya berlumur darah, namun bajunya tidak terkoyak sama sekali. Hal ini disampaikan dalam riwayat dari Ibnu Abbas, Ya’qub as. berkata : “Sejak kapan serigala berlaku bijak, memakan Yusuf tanpa mengoyak pakaian yang ia kenakan?”.
Firasat-firasat kenakalan itu ada, namun dengan bijak dia mengatakan, “sebenarnya hanya dirimulah yang memandang baik urusan hang buruk itu, maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.”
Maka, dua hal yang Ya’qub ajarkan kepada kita. Bersabar, adalah senjata orang mukmin menghadapi berbagai permasalahan. Maka Allah katakan, “dan minta tolonglah dengan bersabar dan solat”. Sabar adalah sikap menghadapi sesuatu dengan bijaksana, sedangkan solat adalah bentuk usaha dengan perbuatan, ucapan yang dilandasi dengan keyakinan kepada Allah swt. Karena bersabar adalah kebaikan dan kunci datangnya solusi. Dengan tetap berikhtiyar memperbaiki kondisi, teruslah berbuat baik, bertutur kata yang baik dan menyampaikan kebaikan kepada anak-anak.
Kedua, tawakkal. Memasrahkan semua kepada-Nya, karena Dia-lah yang membolak balikkan hati, karena hanya Dia-lah yang menguasai alam jagad raya beserta seluruh isinya, apa yang aja di dalam hati dan lintasan-lintasan apa yang ada di dalam pikiran manusia. Manusia hanya berusaha, namun semua akan dikembalikan kepada-Nya. Jadikan semua keluh kesah dalam mendidik anak sebagai peluang pahala yang akan mengalirkan pundi-pundi kebaikan dalam timbangan amal kita. Ketika menasihati anak, maka setiap kata yang keluar dari lisan kita adalah pahala. Ketika mengingatkan, maka peringatan adalah ladang pahala. Ketika mengeluh kepada Allah, maka itu adalah dzikir yang berpahala. Bahkan, kalau toh sampai ketika kita mati atau anak kita mati dalam kondisi belum juga seperti yang kita ingingkan, maka yakinlah bahwa tidak ada amal yang sia-sia. Hanyutnya Kan’an dalam banjir bandang di masanya bukan menjadi gagalnya Nabi Nuh as. mendidik putranya. Juga sama sekali tidak menghinakan sang Nabi di sisi Tuhannya. Bahkan kegigihannya mendidik dan menyelamatkan putranya sampai titik batas waktu terakhir diabadikan sebagai momentum istimewa seorang ayah dalam mendidik sang anak.
Betapa indahnya Allah swt. menyampaikan kisah-kisah terbaik dalam lantunan firman-Nya. Semoga Allah membimbing kita dan menjadikan kita ahlul Quran. Orang-orang yang dalam hidupnya tercermin titah Ilahiyah. Amin.
Pati, 2/4/2020
Pelayan SMPIT Insan Mulia Boarding School Pati, Jateng.