Oleh: Joko Susilo, S.Pd.I.
Alhamdulillah atas Rahmat Allah SWT kita kembali dipertemukan dengan bulan Ramadhan tahun 1445 H / 2024 M. Nikmat luar biasa yang Allah SWT anugerahkan kepada kita ini merupakan sesuatu yang wajib kita syukuri. Baik syukur secara hati, lisan maupun dengan amal perbuatan. Karena nikmat ini tidak anugerahkan kepada semua hamba-Nya. Pun, Ramadhan yang akan datang juga kita belum tahu apakah dipertemukan lagi dengannya atau tidak.
Ramadhan bagi orang-orang yang beriman senantiasa memberikan makna yang tidak berkesudahan. Ramadhan bagi orang-orang beriman merupakan luapan hikmah yang berluberan. Ramadhan bagi orang-orang beriman merupakan jalan lempang terbukanya surga dengan segala kesempatan amal sholih yang bertebaran. Ya, hanya untuk orang-orang yang beriman. Allah SWT pun memanggil dengan bahasa kasih sayang bagi orang-orang beriman ketika menurunkan ayat kewajiban puasa-Nya. Allah SWT berfirman :
اَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ١٨٣
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Q.S. Al-Baqarah : 183).
Menurut Gina Amalia dalam Seruan Yā Ayyuhannās Dan Yā Ayyuhalladzīna Āmanū Dalam Al Qur’an (Sebuah Kajian Tematik) Ada beberapa bentuk panggilan yang digunakan dalam al Qur‟an, salah satunya penggunaan huruf اٌ) yā). Beberapa pakar tafsir mengatakan penggunakan huruf nidā yā merupakan suatu panggilan yang sangat penting, dikarenakan panggilan tersebut ditujukan secara langsung kepada seseorang atau sekelompok tertentu dan apa isi kandungan di dalamnya. Jelas sudah bahwa ayat ini merupakan seruan yang sangat penting bagi segenap orang-orang yang beriman. Sebuah panggilan yang sangat indah dari-Nya.
Membincang ayat di atas tentu kita bisa menariknya pada waktu ketika ayat ini diturunkan. Ayat perintah puasa ini diturunkan pada bulan Sya’ban tahun kedua setelah hijrah Nabi Saw. Tepat hari ke-17 Ramadhan dimana kaum mukminin ketika itu baru melaksanakan perintah puasa untuk pertama kali harus terjun perang pada Perang Badar. Perang Badar ini sendiri merupakan perang perdana bagi orang-orang beriman yang berhadapan langsung dengan kaum kafir dengan kekuatan jumlah yang sangat tidak seimbang. Kondisi ini tentu membutuhkan kondisi fisik, psikis dan ruhiah yang teguh. Dan akhirnya Rasulullah SAW Bersama umat Islam ketika itu berhasil keluar memenangkan Perang Badar.
Belajar dari para Assabiqunal Awwalun pada kondisi tersebut tentu kembali meneguhkan kita bahwa orang-orang beriman telah teruji dan tangguh dalam benteng keimanan. Hari ini kita menyaksikan saudara-saudara kita seiman di Gaza dan Palestina secara umum yang kembali harus menjadi pelajaran berharga bagi kita. Bahwa keteguhan keimanan akan mampu menjadi benteng dalam semua kondisi bagi orang-orang beriman. Dan sudah seharusnya kita iri kepada mereka yang sedang ditunjukkan betepa kukuhnya keimanan mereka dalam kondisi yang sangat sulit. Hari ini ketika kita menyaksikan berbagai musibah dan ksedihan yang menimpa saudara-saudara kita yang terdekat baik itu bencana alam dan berbagai kesulitan lain tentu itu belum seberapa.
Sebagaimana diungkapkan oleh seorang ulama terkemuka dari Kalimantan Selatan, K.H. Muhammad Zaini Abdul Ghani atau Guru Sekumpul :
“Bagi para wali dan orang shaleh, ujian, cobaan dan bala’ mereka sambut Bagai Hari Raya karena mereka memandang siapa yang memberinya yakni Allah SWT”.
Maka, pada bulan yang penuh gemblengan keimanan ini kita berharap keimanan dan ketakwaan kita menjadi lebih kukuh sebagaimana yang diinginkan oleh Allah SWT pada ayat di atas yakni لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ menjadi orang-orang yang bertakwa. Untuk kemudian selepas dari dari Ramadhan, keimanan serta ketakwaan kita menjadi kukuh dan siap kembali mengarungi berbagai gelombang kehidupan. Wallahu a’lam bis showab.