PATI – Hampir sama dengan Matematika, Bahasa Inggris hanya favorit bagi sebagian kecil siswa, termasuk Naila Zahida, salah satu siswi kelas IX A SMP IT Insan Mulia. “Sebenarnya sebelum ini aku benci Bahasa Inggris,” begitu katanya.
Tapi pengalaman mengatakan ‘boleh benci asal tidak berlebihan’. Jika berlebihan menghamburkannya, maka yang tersisa tinggal suka, sayang dan cinta. Hal ini pun seketika dirasakan oleh Naila usai mengikuti Ujian Praktik Story Telling Mapel Bahasa Inggris bebrapa waktu lalu.
“Entah kenapa setelah mendapatkan pengalaman dari story telling ini seperti mendapatkan sengatan semangat yang luar biasa,” terang Naila.
Naila menceritakan bahwa story telling itu menjadi menyenangkan karena kosa katanya bisa dicari sendiri. Berbeda dengan soal-soal Bahasa Inggris seperti Try Out yang tertulis itu tidak diketahui apa saja soal-soal yang akan keluar.
Tak hanya kosa kata saja yang bisa dicari sendiri, segalanya termasuk pemilihan cerita dan properti juga disiapkan sendiri. Hal itulah yang menjadi petualangan tersendiri bagi Naila hingga akhirnya ia sangat terkesan dengan pengalaman yang ia dapatkan pra pementasan story telling.
Menurut Naila tingkat kesulitan Story Telling bukan pada penguasaan grammar atau kosa kata, tapi lebih pada penyesuaian suara masing-masing karakter yang dibawakan dalam cerita.
“Tingkat kesulitan lebih ke penguasaan perbedaan suara masing-masing karakter yang saya bawakan. Karena karakter di dalam cerita ada banyak, maka saya berusaha lebih keras untuk menyesuaikan,” pungkas Naila.
Sebagian kecil siswa masih terlihat ngafalin
Dalam kesempatan yang berbeda, Pengampu Mapel Bahasa Inggris Ustadzah Shofiana, S.Pd mengatakan sebagian kecil dari para siswa masih terkesan menghafalkan. Akibatnya ekspresi mereka tidak bisa total.
“Kekurangan anak sebagian dari mereka masih terkesan atau terlihat ngafalin, jadi secara ekspresi mereka kurang. Harusnya ketika mereka tahu isinya mereka bisa improve tanpa menghafalkan isinya,” tutur Ustadzah Shofi.
Ustadzah Shofi menambahkan secara penguasaan bahasa mereka juga masih sangat minim sekali. “Karena mereka mikirnya daripada saya mengembangkan bahasa atau improvisasi saya, iya kalau grammernya bener, kalau salah? Jadi mereka lebih mencari jalan aman dengan cara menghafalkan, meski tidak semuanya juga punya kemampuan menghafal secara baik,” jelasnya.
Mengingat banyaknya tugas yang menjadi tanggung jawab siswa, Ustadzah Shofi menyarankan agar para siswa mempersiapkan semua yang dibutuhkan jauh-jauh hari agar dapat menampilkan story telling secara maksimal dan tidak terkesan dadakan. (mz/mz)