PATI – Menaklukkan hati para siswa dalam pelajaran matematika bukan soal mudah.Mendengar kata ‘Matematika’ saja serasa ingin tutup telinga dengan amat sangat rapat. Bahkan kalau perlu bolos sekolah demi menyelamatkan diri dari mara bahaya satu mata pelajaran itu.
Mungkin itu sebuah ungkapan yang mewakili setiap murid di belahan kelas manapun. Namun tidak untuk kelas Matematika di SMP IT Insan Mulia. Bagaimana tidak? Lihat saja, para siswa terlihat begitu antusias mengikuti tahap demi tahap materi Garis Singgung Lingkaran. Hanya beralatkan Sepeda, meteran dan alat tulis sudah cukup membuat mereka lupa akan sangarnya matematika.
Eit, tapi menurut Sang Penakluk Hati Siswa Matematika di kelas ini, ada rahasia di balik semua itu. Sebuah rahasia yang mampu memutar sudut pandang siswa bahwa matematika bukanlah hantu menyeramkan, namun ia bak primadona idaman sarat misteri yang selalu memancing diri untuk meneliti.
Ustadzah Eli. Begitu para siswa SMP IT Insan Mulia akrab menyapanya. Gadis bernama lengkap Eli Kusuma, S.Pd itu membagikan pengalaman uniknya menebar kesan yang begitu mengena di hati para siswa di setiap awal pertemuan. Yang jelas, hanya berbekal pengetahuan saja tidaklah cukup, katanya.
Menurutnya, matematika itu pelajaran yang menuntut siswa memutar otak sekencang-kencangnya-jika dilakukan secara konvensional. “Makanya setiap guru perlu menyiapkan bermacam-macam trik agar siswa dapat menemukan cara yang tepat,” Terang Ustadzah Eli.
Ustadzah Eli akhirnya membongkar segudang pengalamannya dalam mengajar matematika. Sebenarnya cukup sederhana, Ustadzah Eli lebih menekankan pada praktik menggunakan hal-hal yang bersinggungan dengan keseharian siswa. Karena dengan praktik inilah siswa benar-benar terlibat secara langsung dari pengalaman nyata yang dilakukan.
“Biasanya ceramah hanya sebentar, selanjutnya lebih ke praktik dengan hal-hal yang setiap hari bersinggungan dengan mereka. Apalagi alokasi jam mapel anak-anak kelas IX itu berada di jam-jam akhir. Jadi pembelajaran dengan model praktik seperti ini ternyata lebih menstimulasi minat mereka ketimbang teori klasikal di dalam kelas,” terang Ustadzah Eli.
Lebih lanjut Ustadzah Eli menerangkan bahwa ‘belajar itu bukanlah abstrak’, maka biarkanlah siswa melihat senyata-nyatanya objek yang dipelajari. “Misalnya menghitung bruto, netto, tara dengan dikasih makanan kemasan itukan bisa buat menghitung brutonya berapa, nettonya berapa, taranya berapa. Itu akan lebih mengena dibanding ceramah saja,” pungkasnya. (mz/mz)