Sebuah bantahan terhadap kritikan nitizen yang maha benar
“Guru Sante Saat PeJeJe”
“Eh.. enak banget jadi guru zaman sekarang. Suantai poooollll. Ngajar gak. Kerjaan Cuma ngasih tugas aja. Abis itu gurunya tinggal duduk manis.” Cuitan itu mungkin sering kita denger dari obrolan para orangtua sekrang ini. Mengeluh betapa menderitanya nasib para orangtua yang seolah jadi korban sekolah online.
Pembelajaran Jarak Jauh memang menjadi polemik dikala pandemik saat ini.
Gak nyalahin gurunya banget-banget sih. Tapi gimana ya,,tetep aja gak puas dengan kinerjanya yang serasa senyaman dirinya dan yang penting enak buat dirinya aja.
Padangan masyarakat yang menyatakan “Guru sante saat Pe Je Je” memang tidak sepenuhnya salah. Saya sendiri sebagai orangtua dari seorang siswa di salah satu SD negeri juga cukup menyetujuinya, Saya pernah baca status WA dari salah satu guru anak saya. Di sana tertulis :
“alhamdulillah..anak sudah tidur, saatnya nyuci, terus kirim tugas ke anak-anak. Disambi sama nyetrika”
Sepintas gak ada yang aneh dari curhatan dari ibu muda tentang kegiatan kesahariannya, biasalah..nunjukin ‘ini lho aku meskipun aku punya anak kecil tetep nglakuin kewajiban sebagai seorang guru dan nglakuin pekerjaan rumah. tapi Ketika ada kata “kirim tugas dan bisa disambi” aslian..saya merasa wow gitu.. dalam hati saya “nih orang sumpah enak banget kerjanya, sante amat, sampe bisa disambi lho,,.
Saya sebagai guru cukup iri lho,,gimana bisa?
Ketika, Banyak guru di luaran sana “Sante saat PeJeJe”
Eits,, Sorry, kami gak gitu ya..
Justru pembelajaran jarak jauh bikin kami semakin sibuk dengan agenda yang menumpuk. Bagaimana tidak, di sekolah kami kami harus membuat perencanaan pembelajaran dengan matang.
Menyiapkan metode yang tepat dan pas untuk siswa selama PJJ. Bukan cuma buat lho, kami bahkan harus mempresentasikan dan diuji oleh dewan penguji. rasanya..melebihi sidang skripsi. Sehingga Ketika pembelajaran kami tidak asal-asalan dalam mengajar, gak ada di kamus kami “asal siswa ada kerajaan”.
Belum sampai urusan perangkat pembelajaran usai, kami sudah harus menyiapkan membuat materi pembelajaran sendiri untuk semua jenjang hampir setiap hari.
Meskipun sudah ada LKS, tapi kami tak salalu menggunakannya. Materi kami buat dalam bentuk power point dan juga video pembelajaran yang nanti dishare ke siswa melalui youtube ataupun google classroom. Ayah bunda, membuat materi dalam bentuk PPT dan juga video pembelajaran tidaklah mudah dan dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Kadang untuk membuat 1 video materi saja yang mulai dari membuat materi, rekaman, editing sampai selesai bisa butuh 3 hari.
Bayangkan saja setiap minggu materi berbeda dan beda jenjang. Artinya setiap minggu paling sedikit kami harus bikin 3 Materi PPT dan 3 video pempelajaran. Belum lagi harus zoom tiap hari. Input nilai dll. Sampe laptop kaya gak pernah istirahat. Yakin, kerjaan itu benar menyita banyak waktu. Tak jarang kami bahkan sampai hampir melalaikan pekerjaan rumah sendiri. Masak sambil ngedit, makan sambil buat PPT, nyusuin anak sambil sambil buat video. Sekali lagi, bukan ngirim tugas lho ya.
Entah, apa yang membuat guru diluaran sama kami berbeda. Usia jadi alasan klasik! Bajakn banyak koq guru-guru muda, tapi ya gitu sama aja. Hey, usia bukan alasan utama. Pribadi yang sudah terlalu pewe pada zona zaman dan tak mau mengupgrade diri membuat guru tak mau berkembang.
Kasus lagi,
Ketika Guru di luaran, membrondong dengan rentetan tugas.
Setahun sekolah online, rasanya otak jadi oleng. Gimana nggak? Pagi-pagi udah disapa guru dengan kata-kata yang bikin deg-degan, jangan salah sangka ini bukan chat penuh kata romantis layaknya dari kekasih hati yang bikin happy, sebaliknya malah bikin nyeri ati,
chat Dengan bunyi “Anak-anak hari ini pelajaran LKS hal 23-25. Lalu kerjakan LKS hal 30 – 41”. Dan itu tanpa adanya materi diawal. Ok lah, jika itu materi yang bisa dibaca, lah kalau soal MTK yang mesti butuh pemahaman yang lebih gimana? Kalau orang tuanya gak bisa gimana? Udah orang tua sibuk kerja pulang sore, eh..masih ditambah tugas sekolah anak. Aduh Mantap! Dan auto bikin muntap.
Dan nyebelinya lagi Ketika tugas sudah dikerjakan, di foto, dan dikirim, boro-boro dikasih nilai, dikomen saja gak. Malah kadang tugas sampe 3 minggu baru dibuka tanpa tanggapan.
Pernah ada kejadian, dimana anak kami disuruh mengerjakan soal dengan halaman yang sama sebanyak 3x diwaktu yang berbeda. Ketika saya protes jika hal itu sudah pernah dikerjakan sebanyak 3x gurunya langsung ganti dengan meminta mengerjakan halaman lain.
Aduh… Boleh nethink gak sih? Jangan-jangan selama ini tugas anak dikoreksi, tugas diberikan sebagai formalitas saja, agar anak gak gabut, ya pura-puranya belajarlah.
Pasti ayah bunda juga pernah ngalamin ini kan? He..he..he.. kayakanya koq bukan pernah ya.. saban hari malah.
Eits, sorry lagi nih, sekolah kami gak gitu ya…
Lagi-lagi, kami selalu membuatkan materi pembelajaran sendiri. Dan kami benar-benar meminimalisir tugas siswa. Pertanyaanya, lalu bagaimana cara mengambil nilai kalau bukan lewat tugas? Primitif! Pengambilan nilai pengatahuan tak selalu lewat tugas WA.
Ketika kami mengajar kami biasa mengambil penilaian langsung melalui quizizz, quiz, tes lisan, soal langsung melalui zoom setelah pemberian materi. Jadi, saat otak siswa masih fresh dengan materi untuk mengerjakan soal. Hal itu tentunya juga terjadi penumpukan tugas yang nantinya malah-malah guru harus beralih profesi jadi dept collector tugas.
Kasus berikutnya,
Setahun sekolah daring, juga, tak pernah sekalipun guru memberikan pembelajaran via google meet/zoom meeting. Gimana mau nerangin pelajaran?
Setahun sekolah jarak jauh, hampir tidak pernah guru memberikan video pembelajaran yang siswa butuh. Padahal ada lho Google classroom, tapi Goolge Classroom tak dimanfaatnkan dengan maksimal ia tak ubahnya hanya kotak pengumpulan tugas.
Perubahan pola ajar yang awalnya memang guru terbiasa dengan metode ceramah face to face, tentunya memang membuat guru jadi agak “njeglek” dan kaget dengan pola yang sekarang serba menggunakan teknologi. Bagi guru yang tidak siap akan penggunaan teknologi serta tak mau upgrade diri, ya udah pola penugasan “Kerjakan LKS via Grup Chat” jadi yang paling simple.
Eits.. Sorry lagi nih, Kami gak gitu ya..
Kami setiap hari mengajar face to face langsung lho,, via zoom/google meet. Perlu dicatat setiap hari semua mapel. Sebelumnya kami sudah mengirim video pembelajaran sebagai modal awal via google classroom di malam sebelummya, esok paginya kami menerangkan materi ke siswa memalui zoom dengan materi yang telah dibuat dengan PPT serta mengoptimal penggunaan x-pen. Jadi, siswa jelas paham serta tetap ada interaksi. Setiap hari kami juga mengabsen kehadiran siswa secara langsung.
Dan melalui zoom pula, pendekatan pembelajaran TERPADU yang tidak hanya focus pada pengetahuan, akan tetapi juga pada akhlak dan akhirat bisa terlaksana. Karena sejatianya apapun yang dipelajari harus ada manfaatnya dan bisa membawa manusia pada kehidupan akhiratnya.
Nah, Ayah bunda, pastikan tidak salah dalam memilihkan sekolah anak. Jangan hanya sekolah asal lulus aja. Jika pada akhirnya sekolah yang Anda pilih malah bikin repot sendiri.
Saya mohon maaf jika banyak kata yang tak mengenakkan. Sekali lagi kami tak bermaksud menyinggung siapapun.
Wassalamualaikum Wr, Wb.
By : Ovi_anavia