UMMU AIMAN

Aku menangis karena terputusnya wahyu

Nama aslinya adalah Barakah binti Tsalabah. Dia merupakan hamba sahaya  milik Abdullah dan pengasuh Rasulullah saw. Ummu Aiman memelihara Rasulullah saw setelah ibunda beliau meninggal dunia. Pada saat itu, Rasulullah saw berada di bawah asuhan kakeknya Abdul Muththalib. Kakeknya mempercayakan pengasuhan Muhammad kepada Ummu Aiman.

Ummu Aiaman merupakan ibu pengganti yang sangat penyayang. Ibu yang sangat didambakan oleh anak yatim seperti Rasulullah saw yang mencurahkan kasih sayang kepadanya. Ummu Aiman bisa tampil sebagai ibu yang menyayanginya setiap saat, yang menemaninya di saat kesepian, atau ketika beliau sedang bepergian. Dialah tempat tercurahnya segala keinginan dan pelepas segala kasih sayang.

Ketika datang perintah hijrah ke Madinah, Ummu Aiman ikut hijrah dengan penuh pengorbanan. Dalam kondisi puasa beliau menahan haus dalam perjalanan sampai diturunkan pertolongan Allah swt kepadanya. Ummu Aiman menempati kedudukan dan posisi istimewa di hati Rasululah saw. Beliau menyenangi apa saja yang menjadikan Ummu Aiman senang. Beliau tidak pernah melupakannya sampai kapanpun karena Ummu Aiman adalah ibunya sesudah ibu kandungnya. Ummu Aiman juga selalu mengutamakan beliau daripada dirinya sendiri. Dia melimpahkan segenap kasih sayang, kelemahlembutan, dan cinta kasih kepada Rasulullah saw.

Ketika Rasulullah saw wafat, Ummu Aiman sangat berduka. Abu Bakar berkata kepada Umar setelah wafatnya Rasulullah saw, Mari kita menuju rumah Ummu Aiman. Kita mengunjunginya sebagaimana Rasulullah saw dulu biasa mengunjunginya. Ketika kami sampai di sana, Ummu Aiman sedang menangis. Abu Bakar dan Umar bertanya, Apa yang membuatmu menangis? Apa yang ada di sisi Allah swt itu lebih baik bagi Rasulullah saw. Ummu Aiman menjawab, Aku menangis bukan karena aku tidak tahu bahwa apa yang ada di sisi Allah swt. itu lebih baik bagi Rasulullah saw, tetapi aku menangis karena wahyu dari langit sudah terhenti. Jawaban Ummu Aiman itu membuat mereka berduapun ikut menangis. Mereka menangis bersama Ummu Aiman.

Inilah cinta kepada Alquran yang sesungguhnya. Kesadaran akan terhentinya wahyu menjadikan Ummu Aiman bersedih, sebab tidak aka nada lagi ayat-ayat indah yang menjadi petunjuk dalam setiap problematika kehidupan. Tidak aka nada lagi ayat-ayat yang dengan keindahannya mampu menjadi pelipur lara di kala hati sedang sunyi. Maka kehadiran Alquran selalu dinantikan dan kebersamaan dengannya tidak mampu tergantikan dengan apapun sehingga serasa tidak mau selesai begitu saja dengan urusan dunia. Jangankan sehari berlalu tanpa Alquran, sedetikpun tak akan rela hati itu sunyi dari kalam Ilahi.

HIKMAH
Perasaan rindu terhadap Alquran hendaknya ada dalam diri setiap orang mukmin. Rindu selalu membaca, rindu selalu bersama, rindu mengamalkan dan dengan perasaan yang membuncah untuk mampu mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi orang mukmin, kehadiran Aquran akan mampu memberikan embun yang menyejukkan jiwa, petunjuk dan hidayah yang selalu menemani dalam meniti kehidupan menjadikan hatinya terus menggantung di dalam relung hati.
Semangat Ummu Aiman menerima wahyu ini harus menghadirkan spirit dalam diri kita untuk menyambut interaksi dengan Alquran dengan lebih bersemangat. Seakan-akan belaiu mengatakan. Jangankan 30 juz, lebih dari itu akan selalu disambut bahkan ditunggu untuk dibaca, dihafal dan diamalkan. Rasa cinta itu yang menghadirkan rasa rindu. Rasa rindu itulah bukti cinta. Rasa cinta itu yang mampu mendekatkan yang jauh, meringankan yang berat, memunculkan keindahan demi keindahan yang menggembirakan hati.

Tebarkan Kebaikan