Abul Aliyah

Diamputasi Tanpa Operasi

====================

Nama aslinya adalah Rufai bin Mihran, dijuluki Abu al Aliyah. Beliau termasuk ulama di antara ulama kaum muslimin, tokoh di antara tokoh-tokoh penghafal Alquran dan ahli hadis. Beliau termasuk tabiin yang paling tahu tentang Kitabullah, paling paham terhadap hadis Rasulullah saw, paling banyak kadar pemahamannya terhadap Alquran dan paling mendalami maksud dan rahasia yang terkandung di dalamnya.
Rufai bin Mihran lahir di Persia. Di negeri itu pula beliau tumbuh besar. Ketika kaum muslimin masuk ke negeri Persia untuk mengeluarkan penduduknya dari kegelapan menuju cahaya, beliau termasuk salah satu pemuda yang jatuh ke tangan kaum muslimin, lalu dibawa ke pangkuan mereka yang sarat dengan kebaikan dan kemuliaan.

Beliau juga menganjurkan murid-muridnya untuk mempelajari Alquran, menjaganya dan berpegang teguh kepada apa yang terkandung di dalamnya serta berpaling dari segala perkara bid’ah yang diada-adakan. Beliau berkata, Pelajarilah Alquran, jika kalian mempelajarinya maka janganlah kalian menyimpang darinya, tempuhlah jalan yang lurus, itulah Islam. Jauhilah oleh kalian hawa nafsu dan bid’ah, karena ia akan membangkitkan permusuhan dan kebencian di antara kalian. Janganlah kalian menyelisihi perkara yang telah diambil oleh para sahabat Rasulullah saw sebelum mereka berpecah.

Abu al Aliyah bertekad untuk pergi berjihad fi sabilillah. Maka beliau mempersiapkan perbekalannya dan mengikatnya di atas kendaraannya bersama para mujahidin. Tatkala terbit waktu subuh, terdapat luka yang parah pada salah satu telapak kakinya. Kemudian rasa sakit tersebut semakin bertambah sedikit demi sedikit. Ketika seorang tabib menengoknya, dia berkata: penyakit ini terkenal dengan sebutan aklah. Beliau bertanya, Apakah itu aklah? Tabib berkata, Yakni penyakit yang akan mematikan sel-sel dan merambat sedikit  demi sedikit hingga mengenai seluruh tubuh. Kemudian tabib tersebut meminta persetujuannya untuk memotong kakinya hingga setengah betis, maka beliaupun menyetujuinya.
Maka sang tabib menyiapkan perlengkapan amputasi, pisau untuk menyayat daging dan gergaji untuk memotong tulang. Kemudian tabib berkata, Maukah anda minum bius agar anda tidak merasa kesakitan ketika disayat dan dipotong kakinya? Beliau menjawab, Namun ada yang lebih baik untukku daripada itu. Tabib bertanya, Apa itu? Beliau berkata, Carilah untukku seorang qari yang membacakan Kitabullah, mintalah dia membacakan untukku ayat-ayat yang mudah dan jelas. Jika kalian melihat wajahku telah memerah, pandanganku mengarah ke langit, maka berbuatlah sesukamu. Maka mereka pun melaksanakan permintaan tersebut dan mereka memotong kakinya.

Tatkala selesai amputasi, tabib berkata kepada Abu al Aliyah, Seakan Anda tidak merasakan sakit tatkala diamputasi. Lalu beliau menjawab, Karena saya tersibukkan oleh sejuknya kecintaan kepada Allah, merasakan kelezatan apa yang aku dengar dari Kitabullah sehingga melupakan panasnya gergaji. Kemudian beliau pegang kaki beliau dengan tangannya dan beliau melihat kepadanya seraya berkata, Jika aku bertemu dengan Tuhanku pada hari kiamat nanti dan bertanya apakah aku telah berjalan dengan engkau (kaki yang telah dipotong) ke tempat yang haram sejak 40 tahun, atau aku telah berjalan denganmu pada tempat yang tidak diperbolehkan? Niscaya aku akan menjawab, Belum pernah dan aku jujur terhadap kata-kataku insya Allah.

HIKMAH

  1. Sungguh pemandangan yang sangat mengesankan, yang tidak mungkin dirasakan oleh manusia biasa yang berinteraksi dengan Alquran secara biasa-biasa saja. Perasaan ini hanya mampu dirasakan oleh orang yang mempunyai pengalaman berlatih menemukan keindahan-keindahan di dalam Alquran. Manusia yang sangat menikmati Alquran tidak akan tergoda dengan hal-hal sepele seperti gudget atau terlena dalam bayangan-bayangan duniawi ketika membaca Alquran. Sungguh, Alquran dihiasasi dengan pemandngan indah yang menjadikan pembacanya tidak mau berpaling sedikitpun. Juga ancaan-ancaman dahsyat yang menjadikan hati meledak-ledak karena takut akan merasakannya. Inilah kenikmatan bersama Alquran yang dirasakan oleh seorang ulama yang telah mendedikasikan dirinya dalam kenikmatan bersama Alquran.
  2. Bagi sahabat Alquran, lelahnya begadang, kejenuhan dalam menghadapi kegiatan yang itu-itu saja, perasaan yang tercabik karena ayat yang dihafal, hilang, dihafal dan hilang lagi tentunya sangat tidak sebanding kalau dibandingkan dengan keindahan ayat-ayat allah swt itu. Bahkan seharusnya tidak muncul perasaan atau kalimat itu kalau dipahami bahwa Alquran adalah sumber kenikmatan.
  3. Lamanya waktu untuk menghatamkan hafalan Alquran hanyalah sebuah perjalanan indah naik kendaraan istimewa melewati indahnya pemandangan perbukitan yang hijau dan semerbak mewangi bunga di sepanjang perjalanan. Semakin lama perjalanan semakin terlihat dengan jelas tujuan yang sudah disambut barisan malaikat dengan membawa mahkota dan jubah kebesaran yang bersinar dengan sinar yang lebih terang dari matahari di dunia.

÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷
Pati, 9/5/2021
Pelayan SMPIT Insan Mulia Pati
nanangpati@yahoo.co.id

Tebarkan Kebaikan