Amalan hati

# Artikel Ramadhan

# Hari ke 21

# Ush Zulaiha

Di amalan yang sangat dianjurkan  menurut  pertimbangan agama  ialah amalan batiniah yang dilakukan oleh hati manusia.Ia lebih diutamakan daripada amalan  lahiriah  yang  dilakukan oleh anggota badan, dengan beberapa alasan.

Pertama,  karena  sesungguhnya  amalan yang lahiriah itu tidak akan diterima oleh Allah  SWT  selama  tidak  disertai  dengan amalan  batin  yang  merupakan  dasar  bagi diterimanya amalan lahiriah itu, yaitu niat;  sebagaimana  disabdakan  oleh  Nabi saw:

   “Sesungguhnya amal perbuatan itu harus disertai dengan   niat.” 32

Arti niat ini ialah niat yang terlepas  dari  cinta  diri  dan dunia.  Niat  yang  murni  untuk  Allah  SWT.  Dia  tidak akan menerima amalan seseorang kecuali amalan itu murni  untuk-Nya;sebagaimana difirmankan-Nya:

   “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah    Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam   (menjalankan) agama dengan lurus…” (al-Bayyinah: 5)

Rasulullah saw bersabda,

   “Sesungguhnya Allah tidak menerima amalan kecuali yang   murni, yang dilakukan hanya untuk-Nya.”33

Dalam sebuah hadits qudsi diriwayatkan, Allah SWT berfirman,

   “Aku adalah sekutu yang paling tidak memerlukan   persekutuan. Barangsiapa melakukan suatu amalan kemudian   dia mempersekutukan diri-Ku dengan yang lain, maka Aku   akan meninggalkannya dan meninggalkan sekutunya.” Dalam   riwayat yang lain disebutkan: “Maka dia akan menjadi   milik sekutunya dan Aku berlepas diri darinya.” 34

Kedua,  karena  hati  merupakan  hakikat  manusia,   sekaligus menjadi  poros kebaikan dan kerusakannya. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim disebutkan bahwasanya Nabi saw bersabda,

   “Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada   segumpal darah, apabila dia baik maka baiklah seluruh   tubuhnya, dan apabila dia rusak, maka rusaklah seluruh   tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal darah itu ialah   hati.”35

Nabi saw. menjelaskan bahwasanya hati  merupakan  titik  pusat pandangan  Allah,  dan  perbuatan  yang dilakukan oleh hatilah yang  diakui  (dihargai/dinilai)  oleh-Nya.  Karenanya,  Allah hanya  melihat hati seseorang, bila bersih niatnya, maka Allah akan menerima amalnya: dan bila kotor hatinya  (niatnya  tidak benar),  maka otomatis amalnya akan ditolak Allah, sebagaimana disabdakan oleh baginda,

   “Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat kepada tubuh dan   bentuk kamu, tetapi Dia melihat kepada hati-hati kamu.”  

Yang dimaksudkan di sini ialah  diterima  dan  diperhatikannya amalan tersebut.

Al-Qur’an menjelaskan bahwasanya keselamatan di akhirat kelak,dan perolehan surga di sana, hanya dapat  dicapai  oleh  orang yang   hatinya   bersih   dari  kemusyrikan,  kemunafikan  dan penyakit-penyakit hati yang menghancurkan.  Yaitu  orang  yang hanya  menggantungkan  diri kepada Allah SWT, sebagaimana yang Dia firmankan melalui lidah nabi-Nya, Ibrahim al-Khalil a.s.

  “Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka    dibangkitkan. (Yaitu) di hari harta dan anak-anak tidak   berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan   hati yang bersih.” (as-Syu’ara’: 87-89)

   “Dan didekatlah surga itu kepada orang-orang yang   bertaqwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka).   Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap   hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara   (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut   kepada tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan   (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertobat.”   (Qaf: 31-33)

Keselamatan  dari  kehinaan  pada  hari  kiamat  kelak   hanya diberikan  kepada  orang  yang  datang kepada Allah SWT dengan hati yang bersih. Dan surga hanya diberikan kepada orang  yang datang kepada Tuhannya dengan hati yang pasrah.

Taqwa  kepada  Allah  –yang merupakan wasiat bagi orang-orang terdahulu dan yang terkemudian, merupakan dasar perbuatan yang utama, kebajikan, kebaikan di dunia dan akhirat– pada hakikat dan intinya merupakan persoalan hati. Oleh karena itu Nabi saw bersabda,  “Taqwa itu ada di sini,” sambil menunjuk ke dadanya sebanyak tiga kali. Beliau mengatakannya  sebanyak  tiga  kali sambil  memberikan  isyarat  dengan  tangannya ke dadanya agar dapat dipahami oleh akal dan jiwa manusia.

Sehubungan dengan hal ini,  al-Qur’an  memberi  isyarat  bahwa ketaqwaan itu dilakukan oleh hati manusia:

   “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa    mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu    timbul dari ketaqwaan hati.” (al-Hajj: 32)

Semua tingkah laku dan perbuatan yang mulia,  serta  tingkatan amalan  rabbaniyah  yang menjadi perhatian para ahli suluk dan tasawuf, serta para penganjur pendidikan  ruhaniah,  merupakan perkara-perkara  yang  berkaitan dengan hati; seperti menjauhi dunia, memberi perhatian yang lebih kepada akhirat, keikhlasan kepada  Allah,  kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, tawakkal kepada   Allah,   mengharapkan   rahmat-Nya,   takut    kepada

siksaan-Nya,  mensyukuri  nikmatNya,  bersabar  atas  bencana,ridha terhadap ketentuan-Nya, selalu mengingat-Nya,  mengawasi diri  sendiri…  dan lain-lain. Perkara-perkara ini merupakan inti dan ruh agama, sehingga barangsiapa yang  tidak  memiliki perhatian   sama  sekali  terhadapnya  maka  dia  akan  merugi sendiri, dan juga rugi dari segi agamanya.

Siapa  yang  mensia-siakan  umurnya,  maka  dia   tidak   akan mendapatkan apa-apa. Setiap aktifitas yang kita kerjakan memiliki 2 sisi

Yaitu amalan hati dan amalan raga.

HATI HATI!!! Aktifitas tanpa amalan hati tidak akan di terima Oleh Allah sebagai amal ibadah,di katakan dalam sebuah hadits Tentang 3 orang yaitu:Mujahid,Penghafal Al quran dan Dermawan Yang kelak di akhirat mereka akan menagih surga kepada Allah Tapi ternyata yang di berikan adalah neraka.MENGAPA? Sang mujahid ingin di kenal sebagai pahlawan Sang hafal Qura n ingin di kenal sebagai Hafidz Dan si Dermawan ingin di kenal sebagai orang yang suka memberi Mereka masuk neraka karena tidak ikhlas dalam beramal.

Demikian,Semoga bermanfaat

Oleh :Ush Siti Zuleha(Guru Quran SMPT Insan Mulia)

Tebarkan Kebaikan