ANTARA CINTA DAN NAFSU

===================
Inspirasi Qur’ani
Membangun Keluarga Samawa

07 Ramadhan 1443 H

09 April 2022 M

Allah swt berfirman :
(وَلَقَدۡ هَمَّتۡ بِهِۦۖ وَهَمَّ بِهَا لَوۡلَاۤ أَن رَّءَا بُرۡهَـٰنَ رَبِّهِۦۚ كَذَ ٰ⁠لِكَ لِنَصۡرِفَ عَنۡهُ ٱلسُّوۤءَ وَٱلۡفَحۡشَاۤءَۚ إِنَّهُۥ مِنۡ عِبَادِنَا ٱلۡمُخۡلَصِینَ)

Artinya : Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan darinya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih. [Surat Yusuf 24]

Kisah Nabi Yusuf as. ketika diuji dengan tipu daya istri penguasa Mesir adalah sebuah profil yang memberikan pelajaran kepada manusia tentang hakikat cinta. Apa gerangan yang menjadikan wanita ini berpindah ke lain hati. Semua di genggamannya. Istri penguasa, pelayan yang siap menyediakan semua kebutuhan, istana mewah dengan semua fasilitas yang memanjakan dan semuanya. Toh, itu semua tidak menjamin tertambatnya hatinya kepada sang suami yang mencintainya. Kehadiran Yusuf as. yang statusnya adalah budak di rumahnya tetap saja menjadikan kesetiaan oleng. Jauhnya status sosial antara keduanya tidak lagi menjadi kendala, sebab nafsu sudah menguasai dirinya. Melihat ketampanan wajah anak yang “numpang” di rumahnya itu menarik dirinya menjalin hubungan gelap sampai menjerumuskan Yusuf as. di kamar berdua dengannya tanpa status yang jelas.

Dari sini, kita bisa mengambil sebuah pelajaran bahwa rumah tangga harus dimulai dengan landasan yang kokoh. Bahter rumah tangga harus dibangun di atas landasan cinta yang hakiki, bukan sekedar memuaskan hawa nafsu.

Sesungguhnya apa landasan kita berumah tangga. Apa motivasi kita mencintai seseorang. Hal ini penting untuk kita tanyakan kepada diri masing-masing, sebab dari situ arah bahtera akan berjalan. Cinta yang dilandasi nafsu akan berjalanan sekedar mengejar kepuasan sehingga rumah tangga yang dibangun akan berdiri di atas pondasi yang rapuh. Namun cinta yang dilandasi keimanan akan menjadi pondasi yang sangat kokoh sehingga bangunan rumah tangga akan berdiri tegak dihiasi berbagai keindahan. Cinta karena Allah swt adalah ciri orang beriman. Jadikan Dia landasan, jadikan Dia panutan dan jadikan Dia tujuan, niscaya cintamu akan tumbuh mengakar kokoh dan tumbuh menjulang dengan aneka warna bunga yang indah menawan.

{ وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن یَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادࣰا یُحِبُّونَهُمۡ كَحُبِّ ٱللَّهِۖ وَٱلَّذِینَ ءَامَنُوۤا۟ أَشَدُّ حُبࣰّا لِّلَّهِۗ وَلَوۡ یَرَى ٱلَّذِینَ ظَلَمُوۤا۟ إِذۡ یَرَوۡنَ ٱلۡعَذَابَ أَنَّ ٱلۡقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِیعࣰا وَأَنَّ ٱللَّهَ شَدِیدُ ٱلۡعَذَابِ }

Artinya : Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). [Surat Al-Baqarah: 165]

Begitulah seharusnya yang menjadi landasan kita membangun rumah tangga, cinta karena Allah swt. Karena motivasi utama adalah Allah swt, maka yang dijadikan standar dalam memilih pasangan juga pertimbangan Ilahiyah. Dalam hadis Rasulullah saw, beliau berwasiat agar menjadikan agama sebagai pertimbangan utama dibandingkan pertimbangan-pertimbangan yang lain

Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung. (HR. Bukhari)

Cinta kepada Allah swt terwujud dalam kecintaannya kepada orang yang mempunyai landasan agama yang baik, sedangkan nafsu akan selalu membelokkan ke arah pertimbangan materi yang berbentuk wajah, harta maupun lainnya.

Rasulullah saw memberikan teladan kepada kita, bagaimana beliau membangun rumah tangga atas dasar cintanya kepada Allah swt. Dalam kondisi mampu memilih wanita muda nan berkedudukan tinggi, beliau memilih meminang Khadijah yang seorang janda dengan umur yang jauh lebih tua dari beliau. Demikian pula istri beliau yang lain yang dinikahi bukan semata-mata karena fisik atau harta, namun pertimbangan untuk menegakkan agama semata. Yang lebih dahsyat lagi, kita bisa belajar dari proses pernikahan beliau beliau Zainab bin Jahsy yang tidak lain adalah mantan istri anak angkat beliau. Secara manusiawi, beliau berat menghadapi pandangan masyarakat yang sangat mungkin akan menjelek-jelekkan beliau disebabkan menikahi wanita itu. Namun, demi tegakkan hukum Allah swt dan memahamkan umat bahwa anak angkat itu selamanya tidak bisa menjadi anak asli sehingga mempunyai konsekuensi hukum yang berbeda, beliau laksanakan perintah Tuhannya itu dengan penuh tawakkal. Sangat pentingnya bukti cinta itu ditekankan hingga ayat yang melandasi adalah :

{ وَمَا كَانَ لِمُؤۡمِنࣲ وَلَا مُؤۡمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥۤ أَمۡرًا أَن یَكُونَ لَهُمُ ٱلۡخِیَرَةُ مِنۡ أَمۡرِهِمۡۗ وَمَن یَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلَـٰلࣰا مُّبِینࣰا }

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, dengan kesesalan yang nyata. [Surat Al-Ahzab: 36]

Tak ada kata “tidak”, tak ada tawar menawar, apabila Sang Penguasa jagad raya ini sudah bertitah, maka hal itu menjadi pedoman bagi kehidupan seorang hamba yang betul-betul memiliki cinta yang sejati.

Inilah cinta sejati, cinta karena Allah swt yang akan mengantarkan pasangan suami istri dalam kehidupan rumah tangga yang penuh kebahagiaan dalam naungan ridha-Nya.

Sebaliknya, ketika cinta didasari nafsu belaka, maka salahnya orientasi dan pondasi ini akan menggiring pada kerusakan, minimal keringnya suasana rumah tangga karena tidak jelasnya tujuan yang akan dicapai. Istri penguasa Mesir ini yang merasakan sendiri. Godaan nafsu dan angan-angan akan keindahan begitu bergelayut di dalam jiwanya sehingga menjerumuskannya ke dalam tragedi rumah tangga.

Mengapa memperturutkan hawa nafsu akan menyesatkan? Sebab nafsu bekerja tanpa menggunakan logika. Tidak lagi mempertimbangkan benar salah, baik buruk, pantas atau tidak pantas, selama itu mendatangkan kesenangan dalam dirinya selalu akan dilaksanakan. Begitulah nafsu bekerja menjerumuskan manusia dalam kesesatan. Allah swt berfirman :

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ ۖ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا

Artinya : Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan (QS. Maryam; 59)

Dalam hal pernikahan, ketika nafsu mendominasi orientasinya, maka cinta itu akan semakin memudar dan kehilangan bentuk aslinya. Manusia yang seharusnya terikat hatinya dengan sang penguasa dan tunduk pada aturan-Nya akan kehilangan jati dirinya. Lupalah dia, mau apa dia menikah dan kemana bahtera rumah tangga mau berlabuh. Pilihan memilih pasangan yang sudah dibimbing oleh Rasulullah saw dengan sangat detil menjadi kabur. Agama yang seharusnya menjadi pertimbangan utama mengalami dis-orientasi sehingga terjebak pada hal-hal fisik yang dengan mudah akan sirna. Coba kita renungkan, kalau menikah hanya karena wajah, mau sampai umur berapa pasangan anda akan terlihat cantik. Dan, bukankah cantik itu relatif? Di tempat ini anda melihat istri anda wanita tercantik, di tempat lain bisa jadi anda akan menemukan wanita yang lebih cantik darinya. Kalau menikah dilandasi karena harta, sampai ada saatnya anda akan merasa lelah mengejarnya, sebab tidak ada batasan yang jelas tentang standar kekayaan seseorang. Ibarat fatamorgana, semakin anda kejar, semakin jauh pula tujuan anda. Itulah ketika menikah hanya dilandasi nafsu semata. Rasulullah saw mengingatkan kepada kita :

dari Abdullah bin Amru ia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, “Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya, bisa jadi kecantikannya itu merusak mereka. Janganlah menikahi mereka karena harta-harta mereka, bisa jadi harta-harta mereka itu membuat mereka sesat. Akan tetapi nikahilah mereka berdasarkan agamanya. Seorang budak wanita berkulit hitam yang telinganya sobek tetapi memiliki agama adalah lebih utama.” (HR. Ibnu Majah)

Betapa banyak orang yang menikah dengan artis, cantik, hartawan, terkenal, namun pada akhirnya kandas di tengah jalan. Betapa banyak pasangan yang hidup di rumah mewah namun tidak menemukan kebahagiaan. Betapa banyak pula orang-orang yang tidur dalam pelukan pasangan yang seorang pejabat, namun tidak menemukan kedamaian. Untuk hal ini, kita bisa belajar dari kisah Asiyah, istri Fir’aun. Posisinya yang menjadi istri penguasa, yang tidak ada satupun orang berani melawannya justru menjadikan dia menemukan ketentraman jiwa. Dia menjadi “musuh dalam selimut” yang dari tangannya dibesarkan seorang bayi yang kelak akan meruntuhkan kekuasaan suaminya. Di tengah-tengah gelimang harta dan kekuasaan itu, dia beriman kepada Tuhan Musa dan Harun. Agama itu lebih menarik dan menentramkan hatinya dibanding semua hal duniawi yang sesungguhnya hanya sementara saja. Akhir yang indah bagi orang yang mencintai Allah swt segala sepenuh hatinya, kekejaman Fir’aun tidak mampu menyentuhnya, sebab ruh terlebih dahulu keluar dari tubuh menjumpai sang pemilik cinta sebelum batu besar menimpa tubuhnya. Lebih dari itu, keindahan rumah di surga ditampakkan kepadanya sebagai balasan dari sang pemilik cinta.

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا لِلَّذِينَ آمَنُوا اِمْرَأَةَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

Artinya : Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Fir’aun, ketika ia berkata, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim, (QS. At Tahrim; 11)

Begitulah cinta dan nafsu yang akan selalu menguji setiap insan yang hendak menemukan kebahagiaan dalam rumah tangga. Dimana posisi cinta anda? Merenungkan !!!

÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷
Pati,
Pelayan SMPIT INSAN MULIA PATI JATENG
Fullday and Boarding School
nanangpati@yahoo.co.id

Tebarkan Kebaikan