KETIKA PERCERAIAN TAK TERHINDARKAN

============================
Inspirasi Qur’ani
Membangun Keluarga Samawa

26 Ramadhan 1443 H

28 April 2022 M

Allah Swt. berfirman :

{ قَالُوا۟ یَـٰلُوطُ إِنَّا رُسُلُ رَبِّكَ لَن یَصِلُوۤا۟ إِلَیۡكَۖ فَأَسۡرِ بِأَهۡلِكَ بِقِطۡعࣲ مِّنَ ٱلَّیۡلِ وَلَا یَلۡتَفِتۡ مِنكُمۡ أَحَدٌ إِلَّا ٱمۡرَأَتَكَۖ إِنَّهُۥ مُصِیبُهَا مَاۤ أَصَابَهُمۡۚ إِنَّ مَوۡعِدَهُمُ ٱلصُّبۡحُۚ أَلَیۡسَ ٱلصُّبۡحُ بِقَرِیبࣲ }

Artinya : Para utusan (malaikat) berkata, “Hai Lut, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu. Sebab itu, pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam, dan janganlah ada seorang pun di antara kamu yang tertinggal kecuali istrimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka, karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?” [Surat Hud: 81]

Ayat ini sengaja saya pilih untuk inspirasi retaknya bahtera rumah tangga yang berujung kepada perpisahan antara suami dan istri. Cita rasa ayat ini sangat luar biasa. Ketika sepasang suami-istri terpaksa harus dipisahkan karena visi yang tidak lagi sejalan. Nabi Luth a.s., seorang Nabi yang diberi tugas membimbing kaumnya agar berperilaku normal sebagaimana manusia diciptakan dalam fitrahnya. Mencintai dan berhubungan dengan lawan jenisnya untuk membangun rumah tangga yang bahagia. Namun apa yang terjadi, justru kaum Sodom ini lebih memilih jalan melenceng, melakukan hubungan sejenis yang membuat Allah Swt. murka. Naifnya, istri Nabi Luth a.s. mendukung perbuatan amoral ini. Maka, datanglah ketentuan Allah Swt. untuk memisahkan kedua suami istri itu karena perbedaan prinsip hidup antar keduanya. Berat, sudah barang tentu. Meninggalkan kota tercinta untuk menyelamatkan diri dengan meninggalkan istri belahan jiwa yang akan segera diadzab Allah Swt. Begitu serius perintah itu, hingga Dia berfirman “bukankah waktu subuh itu sudah dekat?”. Akhir kisah rumah tangga yang sangat memilukan.

Saudaraku, percikan-percikan permasalahan dalam rumah tangga senantiasa mewarnai kehidupan suami istri. Hal ini bisa dipicu permasalahan yang sangat prinsip, juga bisa jadi karena hal-hal sepele yang penyelesaiannya tidak tepat sehingga membesar. Tak menutup kemungkinan, kadang permasalahan itu harus berujung dengan perceraian dan runtuhnya bangunan rumah tangga yang selama ini dibangun.

Secara prinsip, Islam tidak melarang perceraian. Namun tentu setiap orang pasti berharap agar perjalanan rumah tangganya tetap indah selamanya. Maka hukum perseceraian ini adalah sesuatu yang tidak disukai Allah Swt. Kenapa? Sebab syariat pernikahan sangat diperintahkan dengan berbagai keutamaannya. Perceraian tidak hanya merusak hubungan antara suami dan istri, namun juga akan berdampak kepada kedua keluarga dan khususnya anak-anak. Bahkan perceraian ini menjadi salah satu misi setan sebagaimana yang difirmankan Allah Swt. :

{فَیَتَعَلَّمُونَ مِنۡهُمَا مَا یُفَرِّقُونَ بِهِۦ بَیۡنَ ٱلۡمَرۡءِ وَزَوۡجِهِۦۚ وَمَا هُم بِضَاۤرِّینَ بِهِۦ مِنۡ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِۚ

Artinya : Mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah. [Surat Al-Baqarah: 102]

Salam sebuah hadis Rasulullah saw. bersabda :

Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air kemudian mengirim pasukannya (ke berbagai penjuru). Pihak yang terdekat kedudukannya dari Iblis adalah yang paling besar menimbulkan fitnah. Salah satu dari mereka datang (menghadap Iblis) dan menyatakan: Aku berbuat demikian dan demikian. Iblis menyatakan: engkau belum berbuat apa-apa. Kemudian datang satu lagi (melaporkan): Aku tidak tinggalkan ia (manusia) hingga aku pisahkan ia dengan istrinya. Kemudian Iblis mendekatkan kedudukannya dan mengatakan: bagus engkau (H.RMuslim)

Inilah salah satu misi setan, merusak rumah tangga manusia. Maka, sebisa mungkin jangan sampai terjadi perceraian dalam kehidupan rumah tangga kita.

Walaupun demikian, Islam tidak menutupi kenyataan bahwa memang ada saatnya dua hati itu tidak lagi bisa disatukan. Jangankan kebaikan yang bisa diciptakan dalam rumah tangga, justru sebaliknya keburukan demi keburukan akan muncul ketika dua hati yang sudah tidak lagi menyatu itu terus berkumpul dalam satu tempat. Maka, dalam hal ini perceraian adalah solusi agar bisa terhindar dari keburukan menuju kebaikan keduanya. Posisinya yang dilematis inilah sehingga menjadikan perceraian itu sesuatu yang diperolehkan namun sekaligus dibenci oleh Allah Swt. Rasulullah saw. bersabda :

Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah talak” (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Hadis ini memberikan pesan agar perceraian itu betul-betul dihindari, menjadi jalan terakhir ketika semua jalan sudah buntu. Sesuatu yang tidak ada lagi opsi untuk merekatkan kembali hubungan suami-istri. Beliau juga bersabda dalam rangka mengkondisikan umatnya agar betula-betul menghindari hal ini dengan sabdanya :

“Wanita mana saja yang meminta cerai dari suaminya tanpa ada alasan (syar’i), maka haram baginya bau surga” (H.R Ibnu Majah)

Memperhatikan begitu beratnya dampak perceraian, maka berhati-hatilah menempuh jalan ini. Kalau terpaksa menghadapinya, maka pastikan beberapa hal ini anda pegang.

Pertama, anda harus memastikan bahwa permasalahan yang ada adalah masalah yang sangat prinsip, bukan masalah-masalah sepele yang seharusnya bisa disikapi dengan sudut pandang yang lebih tepat. Hanya sekedar cemburu, bukankah rumah tangga Rasulullah saw. juga diwarnai dengan kecemburuan antar istrinya. Pahamilah bahwa cemburu itu tanda sayang, maka jangan asal cemburu buta. Jangan sembarang menuduh tanpa bukti, sehingga menjadikan komunikasi terhambat. Cemburu itu tanda sayang, maka rasa sayang harus dibingkai dengan berbagai keindahan, bukan keributan. Soal tempat tinggal, soal gengsi, dan sebagainya. Hal-hal ini seharusnya bisa disikapi ketika kita memperluas sudut pandang agar semua kebaikan terlihat dengan jelas.

Kalau yang terjadi adalah masalah yang urusannya ringan, justru ketika anda bijak akan dapat membaliknya menjadi peluang kebaikan. Ketika suami tempramen, mudah marah, akan menjadi ladang kebaikan ketika disikapi dengan penuh kesabaran. Memberi nasihat, teladan dan lainnya yang akan menjadi sumber pahala bagi yang lain. Ketika istri materialis, bisa menjadi ladang kebaikan dengan mendampingi, menuntun menuju kebaikan. Bahkan seorang ulama yang dengan sabar mengurus istrinya yang sakit, akhirnya mendapatkan kemuliaan dari Allah Swt. menjadi orang yang perkataannya sangat menginspirasi umat. Begitulah, peluang demi peluang disulap menjadi sumber kebaikan untuk kehidupan yang kekal di akhirat.

Kedua, bangun komunikasi dengan baik. Jangan biarlah masalah itu menumpuk, sehingga semakin kusut dan sudah menemukan jalan keluarnya. Setiap ada masalah, segera selesaikan. Komunikasi dengan baik. Tentu pasangan suami-istri yang sudah lama berkumpul akan paham bagaimana cara komunikasi yang efektif. Dengan pasangan tidak perlu main perasaan, takut ini, khawatir itu dan sebagainya. Terbukalah terhadap berbagai persoalan hidup sebab anda diciptakan untuk hidup bersama, seiring sejalan.

Apabila tidak mampu menyelesaikan masalah, maka carilah mediator. Tentu tidak boleh sembarang orang menjadi mediator masalah sensitif ini. Harus orang yang betul-betul memahami permasalahan anda, bahkan yang memahami karakter pasangan anda. Dan yang terpenting, carilah orang yang mendukung anda untuk hidup damai berumah tangga, mempunyai visi perdamaian, bukan sebaliknya, justru menjadi tambahan bara api yang semakin memanaskan suasana. Allah Swt. berfirman :

{ وَإِنۡ خِفۡتُمۡ شِقَاقَ بَیۡنِهِمَا فَٱبۡعَثُوا۟ حَكَمࣰا مِّنۡ أَهۡلِهِۦ وَحَكَمࣰا مِّنۡ أَهۡلِهَاۤ إِن یُرِیدَاۤ إِصۡلَـٰحࣰا یُوَفِّقِ ٱللَّهُ بَیۡنَهُمَاۤۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِیمًا خَبِیرࣰا }

Artinya : Dan jika kalian khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. [Surat An-Nisa’: 35]

Perhatikanlah ruh ayat di atas, “Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan”, inilah yang harus ada. Semangat perdamaian dalam diri suami, istri maupun mediator. Jangan menutup diri, jangan gengsi. Kalau memang salah, minta maaflah, kalau memang anda bisa mengalah, mengalahkan demi kedamaian keluarga anda. Hindari egoisme dalam diri. Keluarga bukan ajang tes, sehingga tidak perlu benar salah. Keluarga bukan arena perlombaan, sehingga tidak butuh menang kalah. Keluarga bukan panggung unjuk gigi, sehingga harus adu gengsi. Ingat tujuan awal berumah tangga. Kalau selama ini mampu mengatasi berbagai perbedaan, maka anda-pun insyaallah bisa mengatasi permasalahan yang sedang anda hadapi dengan happy.

Ketiga, pastikan bahwa tidak ada lagi jalan keluar. Tentu hal ini berlaku ketika telah melalui berbagai macam usaha, mulai menasihati, memisahkan tempat tidur, memberikan konsekuensi, mengurangi nafkah, bahkan bertindak tegas dengan memukul. Begitupun orang yang diandalkan menjadi mediator tidak mampu lagi menemukan jalan keluar. Maka, tinggal anda meluruskan niat agar proses ini tetap menjadi sumber kebaikan. Bukankah Rasulullah saw. yang menjelaskan bahwa semua amal tergantung pada niat. Ketika langkah yang anda tempuh ini, anda yakini sebagai langkah terbaik demi melahirkan kebaikan insyaallah ini akan bernilai ibadah pula yang mendatangkan ridha-Nya.

Dari Umar, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan.” (HR. Bukhari)

Keempat, komitmen dengan hukum-hukum Allah Swt. Sesuatu yang dimulai dengan baik, harus pula diakhiri dengan baik. Setelah menimbang-nimbang dengan seksama, maka memutuskan dengan petunjuk Allah Swt.

{ فَإِذَا بَلَغۡنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمۡسِكُوهُنَّ بِمَعۡرُوفٍ أَوۡ فَارِقُوهُنَّ بِمَعۡرُوفࣲ وَأَشۡهِدُوا۟ ذَوَیۡ عَدۡلࣲ مِّنكُمۡ وَأَقِیمُوا۟ ٱلشَّهَـٰدَةَ لِلَّهِۚ ذَ ٰ⁠لِكُمۡ یُوعَظُ بِهِۦ مَن كَانَ یُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلۡیَوۡمِ ٱلۡـَٔاخِرِۚ وَمَن یَتَّقِ ٱللَّهَ یَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجࣰا }

Artinya : Apabila mereka telah mendekati akhir idahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. [Surat Ath-Thalaq: 2]

Jadi, pilihannya ada melanjutnya rumah tangga dengan baik atau berpisah dengan cara yang baik. Artinya, memberikan hak kepada siapa yang memilikinya. Walaupun bisa jadi proses perceraian itu begitu menyakitkan, sesuatu yang tidak sesuai dengan ekspektasi, namun cinta kepada Allah Swt. harus tetap mampu membimbing meniti jalan-Nya dalam menjalani proses tersebut. Menjunjung tinggi hukum-hukum Allah Swt., ini pula yang dipesankan dalam firman-Nya yang lain.

{ ٱلطَّلَـٰقُ مَرَّتَانِۖ فَإِمۡسَاكُۢ بِمَعۡرُوفٍ أَوۡ تَسۡرِیحُۢ بِإِحۡسَـٰنࣲۗ وَلَا یَحِلُّ لَكُمۡ أَن تَأۡخُذُوا۟ مِمَّاۤ ءَاتَیۡتُمُوهُنَّ شَیۡـًٔا إِلَّاۤ أَن یَخَافَاۤ أَلَّا یُقِیمَا حُدُودَ ٱللَّهِۖ فَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا یُقِیمَا حُدُودَ ٱللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَیۡهِمَا فِیمَا ٱفۡتَدَتۡ بِهِۦۗ تِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَعۡتَدُوهَاۚ وَمَن یَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ }

Artinya : Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kalian mengambil kembali sesuatu dari yang telah kalian berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kalian khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kalian melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zalim. [Surat Al-Baqarah: 229]

Lihatlah, pesan menegakkan hukum-hukum Allah Swt. begitu kental dalam ayat ini. Begitu juga di ayat-ayat berikutnya, selalu dipesankan agar proses perceraian itu berjalan dengan bimbingan hukum Allah Swt. Jangan mengikuti hawa nafsu, sebab nafsu akan selalu menjerumuskan kepada kesesatan.

Kelima, pahami ini sebagai bagian takdir Allah Swt. sehingga tidak boleh terlalu lama dalam kesedihan. Sedih, sudah pasti. Malu, sudah tentu. Yang namanya menghadapi sesuatu yang tidak diinginkan pasti akan membuat luka. Namun bagi orang beriman, semua hal ini harus semakin menambah tebal keimanannya. Semua yang terjadi di muka bumi ini tidak tiba-tiba. Semua atas skenario sang pencipta. Termasuk yang terjadi pada diri anda, harus diyakini bahwa ini bagian skenario kehidupan yang harus anda jalani. Ambillah hikmahnya untuk menyongsong kehidupan berikutnya. Jangan berputus asa, sebab anda masih mempunyai Allah Swt. yang sangat penyayang kepada hamba-Nya. Putus asa hanyalah perilaku orang kafir. Sadarilah sepenuhnya bahwa anda masih mempunyai masa depan. Masih ada anak-anak yang butuh perhatian untuk menyongsong masa depan. Terimalah kenyataan dengan lapang dada, sebab semua bisa terjadi pada setiap manusia. Jangankan anda, orang selevel sahabat yang dibimbing langsung oleh Rasulullah saw. juga ada yang mengalami perceraian. Maka yang terpenting bukan bercerai atau tidak, namun berbuat baik atau tidak, sebab itulah yang akan memperberat timbangan kebaikan di sisi-Nya. Ingatlah firman Allah Swt.

{ مَاۤ أَصَابَ مِن مُّصِیبَةࣲ فِی ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِیۤ أَنفُسِكُمۡ إِلَّا فِی كِتَـٰبࣲ مِّن قَبۡلِ أَن نَّبۡرَأَهَاۤۚ إِنَّ ذَ ٰ⁠لِكَ عَلَى ٱللَّهِ یَسِیرࣱ (22) لِّكَیۡلَا تَأۡسَوۡا۟ عَلَىٰ مَا فَاتَكُمۡ وَلَا تَفۡرَحُوا۟ بِمَاۤ ءَاتَىٰكُمۡۗ وَٱللَّهُ لَا یُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالࣲ فَخُورٍ (23) }

Artinya : Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri, [Surat Al-Hadid: 22-23]

============================
Pati,
Pelayan SMPIT INSAN MULIA PATI JATENG
Fullday and Boarding School
nanangsmpit@gmail.com

Tebarkan Kebaikan