MEMBANGUN KELUARGA SIRGAWI – 6


WAHAI SUAMI, JADILAH PEMIMPIN YANG BIJAKSANA

==========================

Allah swt. berfirman :

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (QS. An Nisa : 34)

Kedudukan suami dalam rumah tangga adalah pemimpin. Dia berperan sebagai pemegang kendali. Mau dikemanakan arah armada tergantung kepadanya. Hitam putihnya anggota keluarga disebabkan peran dia. Maka sebagai seorang pemimpin harus memiliki modal yang mumpuni untuk mengarahkan bahtera agar sampai pada tujuannya, yaitu keluarga yang mampu menghadirkan ketenangan dalam jiwa penghuninya. Juga mampu memunculkan aura kasih sayang antar mereka, serta saling menguatkan untuk menggapai ridha Allah.

Beberapa keteladanan kepemimpinan yang baik bisa kita ambil inspirasi dari kisah-kisah berikut.

? Memiliki keyakinan kepada Allah swt. Ini adalah landasan iman. Seorang suami yang baik hendaknya mempunyai keimanan yang kuat sebagai modal menghadapi berbagai hal yang akan mereka lalui. Tidak lalai ketika mendapat nikmat dan semakin teguh ketika mendapat ujian. Keimanan ini tidak hanya ada dalam dirinya, bahkan dia mampu mewariskan keyakinan ini ke dalam diri istrinya.

Kisah Rasulullah saw. bersama Abu Bakar Ash Shidiq ketika berada di dalam gua Tsur menunjukkan bagaimana karakter kayakinan seorang pemimpin mampu memunculkan rasa optimis dalam diri pengikutnya. Dalam kondisi mencekam, ketika selangkah lagi orang kafir berhasil menggagalkan misi dakwah mereka ke Madinah, dengan penuh keyakinan beliau katakan kepada sahabatnya itu :

ِ إِذۡ یَقُولُ لِصَـٰحِبِهِۦ لَا تَحۡزَنۡ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَنَاۖ
di waktu dia berkata kepada temannya, “Janganlah kamu berdukacita, sesungguhnya Allah beserta kita.” [Surat At-Taubah 40]

Hal ini pula yang dilakukan Nabi Musa as. ketika terjebak dalam kejaran Fir’aun. Laut di depan mata, sedang Fir’aun dan bala tentaranya siap menghabisi mereka dari belakang. Dalam kondisi kritis seperti itu, Musa as. berhasil menghadirkan ketenangan dalam diri pengikutnya.

(فَلَمَّا تَرَ ٰ⁠ۤءَا ٱلۡجَمۡعَانِ قَالَ أَصۡحَـٰبُ مُوسَىٰۤ إِنَّا لَمُدۡرَكُونَ . قَالَ كَلَّاۤۖ إِنَّ مَعِیَ رَبِّی سَیَهۡدِینِ)

Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa, “Sesungguhnya kita benar­-benar akan tersusul.” Musa menjawab, “Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” [Surat Asy-Syu’ara 61-62]

Begitulah seharusnya seorang imam yang baik. Kekuatan iman sang suami menjadikan istri tenang menghadapi berbagai pernak-pernik kehidupan. Wanita yang telah menyerahkan diri sepenuhnya kepadanya itu benar-benar mendapatkan pelabuhan hatinya. Tidak ada lagi bimbang, tidak ada lagi galau, sebab sang imam betul-betul mampu menghadirkan sakinah di dalam jiwanya.

? Dengan berbagai keterbatasan hidup yang baru mereka rintispun, tidak mampu menggoyahkan hati mereka. Keyakinan akan pertolongan Allah swt. selalu dijadikan spirit meraih semua asa yang akan mereka raih bersama. Dia yakin bahwa Allah mempunyai taqdir yang indah akan masa depan rumah tangganya. Usaha yang baru dimulai, atau karier yang baru dirintis tetap mampu menyorotkan semburat sinar fajar nan indah. Dia yakin akan firman Allah swt.

إِن یَكُونُوا۟ فُقَرَاۤءَ یُغۡنِهِمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦۗ
Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. [Surat An-Nur 32]

Dalam urusan rizki, sama sekali dia tidak pernah bergeser dari keyakinan bahwa semua telah diatur oleh Allah swt. Kaya atau miskin semua akan menjadi indah pada saatnya.

(أَوَلَمۡ یَرَوۡا۟ أَنَّ ٱللَّهَ یَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن یَشَاۤءُ وَیَقۡدِرُۚ إِنَّ فِی ذَ ٰ⁠لِكَ لَـَٔایَـٰتࣲ لِّقَوۡمࣲ یُؤۡمِنُونَ)

Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rezeki itu). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman.[Surat Ar-Rum 37]

Bagi dia, yang terpentingan adalah ikhtiar, sebab itu yang akan mendatangkan pertolongan dan rahmat Allah swt. Jangankan dirinya yang membawa amanah rizki istri, seekor burugpun yang meninggalkan rumah di pago hari dalam kondisi lapar, akan pulang ke sarangnya di sode hari dalam kondisi kenyang.

? Pemimpin itu juga mampu menghadirkan suasana damai ketika hati sedang terguncang. Tidak gampang marah, apalagi samapai melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Sedikitpun tidak ada rasa jumawa karena kelebihan yang diberikan Allah swt. kepadanya. Badannya yang kekar difungsikan sebagai tempat bersandar sang istri. Rizkinya yang melimpah disadari bahwa itu adalah titipan Allah swt. untuk orang yang ada dalam tanggungjawabnya. Jabatan yang tinggi dia sadari sesadar-sadarnya bahwa itu adalah kesuksesan bersama yang diberikan Allah swt. dan hadir dalam hidupnya. Hal itu tercapai karena ada istri yang siap menghendel tugas-tugasnya di rumah. Tanpa sang istri dia bukanlah apa-apa. Mentalitas pemimpin yang mengayomi ini bahkan muncul dalam kondisi ketika sang istri berada dalam puncak kelemahannya, maka suami hadir bak pahlawan yang siap memberikan bahunya menjadi tempat bersandar yang paling nyaman.

Lihatlah Sulaiman as. Ketika semut-semut itu lari tunggang langgang dengan perasaan yang mencekam karena takut terinjak pasukan yang digdaya, maka beliau hadir dengan senyuman yang menenangkan jiwa.

(فَتَبَسَّمَ ضَاحِكࣰا مِّن قَوۡلِهَا وَقَالَ رَبِّ أَوۡزِعۡنِیۤ أَنۡ أَشۡكُرَ نِعۡمَتَكَ ٱلَّتِیۤ أَنۡعَمۡتَ عَلَیَّ وَعَلَىٰ وَ ٰ⁠لِدَیَّ وَأَنۡ أَعۡمَلَ صَـٰلِحࣰا تَرۡضَىٰهُ وَأَدۡخِلۡنِی بِرَحۡمَتِكَ فِی عِبَادِكَ ٱلصَّـٰلِحِینَ)

.” Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa, “Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerja­kan amal saleh yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” [Surat An-Naml 19]

Inilah pemimpin. Hadir untuk menyelesaikan masalah, hadir untuk menghadirkan ketenangan dalam jiwa istrinya. Hadir untuk membersamai agar mampu menjadi manusia yang tawadhu’ dan selalu berusaha di jalan orang-orang solih.

? Suami sebagai pemimpin juga harus hadir dengan kelapangan dadanya. Pandai mengapresiasi peran istrinya dan mudah melupakan kealpaan sang istri. Apapun yang telah terjadi dalam kehidupan mereka senantiasa dijadikan sebagai pengalaman yang akan menambah kedewasaan dalam berpikir dan bertindak. Tidak pernah ada dalam diri suami menyimpan dendam hanya gara-gara sifat manusiawi istrinya. Dia cepat melupakan kesalahan dan pandai melihat keutamaan yang nampak dalam diri istrinya.

Lihatlah Nabi Yusuf as. ketika sudah berhadapan dengan saudara yang telah menjauhkannya dari kasih sayang seorang ayah yang sangat mencintainya. Bukan dendam yang membara dalam hatinya, namun sisi-sisi indah yang telah dialaminya saja yang ditampilkan di hadapan saudara-saudaranya.

وَقَدۡ أَحۡسَنَ بِیۤ إِذۡ أَخۡرَجَنِی مِنَ ٱلسِّجۡنِ وَجَاۤءَ بِكُم مِّنَ ٱلۡبَدۡوِ مِنۢ بَعۡدِ أَن نَّزَغَ ٱلشَّیۡطَـٰنُ بَیۡنِی وَبَیۡنَ إِخۡوَتِیۤۚ إِنَّ رَبِّی لَطِیفࣱ لِّمَا یَشَاۤءُۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡعَلِیمُ ٱلۡحَكِیمُ

Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kalian dari dusun padang pasir, setelah setan merusakkan (hubungan) antara aku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. [Surat Yusuf 100]

Lihatlah, betapa lapangnya dada Yusuf as. Dalam kondisi dia mampu berbuat apapun terhadap orang-orang yang telah mendhaliminya, namun ternyata beliau tidak mengungkit-ungkit sedikitpun kisah di dalam sumur yang merupakan awal jalan terjal beliau dalam meraih sukses. Yang beloau sebut adalah awal kesuksesan yaitu ketika keluar dari penjara yang mengantarkannya menjadi pemimpin besar.

Begitulah suami yang baik. Dia selalu memandang ke depan, tak pernah menoleh ke belakang, apalagi memelihara dendam. Keindahan itu terbentang di depan matanya, selama ridha Allah swt. yang menjadi tujuannya.

? Selanjutnya, pemimpin yang baik mempunyai tanggungjawab dalam mendidik istrinya. Memberikan keteladanan dalam segala sikap dan tindak tanduknya. Itu semua dilandasi rasa kasih sayang yang sangat mendalam kepada istri tercintanya. Dia menyayangi istrinya sebagaimana menyayangi dirinya sendiri. Apa yang diderita istrinya menjadi penderitaannya, demikian pula apa yang menjadikan bahagia istrinya menjadi sumber kebahagiaannya pula.

(لَقَدۡ جَاۤءَكُمۡ رَسُولࣱ مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ عَزِیزٌ عَلَیۡهِ مَا عَنِتُّمۡ حَرِیصٌ عَلَیۡكُم بِٱلۡمُؤۡمِنِینَ رَءُوفࣱ رَّحِیمࣱ)

Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keamanan dan keselamatan) bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. [Surat At-Taubah 128]

Pendidikan itu bahkan dia munculkan dalam masa-masa krisis yang membutuhkan kesabaran ekstra. Bahan baku wanita yang berasal dari tulang yang bengkok mengharuskan berbagai pendekatan untuk meluruskan tanpa mematahkannya. Maka ketika terjadi riak dalam kehidupan rumah tangga, dia-pun mempunyai trik yang jitu untuk mengurainya. Mulai dari nasihat. Nasihat yang tiada henti dan tiada batas pangkal dan ujungnya. Bahasa dakwah Nabi Nuh as. adalah siang malam, terang-terangan dan sembunyi-sembunyi, langsung maupun tidak langsung. Selama hayat masih dikandung badan maka nasihat itu tetap menjadi senjata orang mukmin. Ketika krisis itu masih berkembang, maka dia akan memilih penyelesaian sesuai tuntunan Allah swt., Dzat Yang Maha Menguasai hati istrinya.

وَٱلَّـٰتِی تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهۡجُرُوهُنَّ فِی ٱلۡمَضَاجِعِ وَٱضۡرِبُوهُنَّۖ فَإِنۡ أَطَعۡنَكُمۡ فَلَا تَبۡغُوا۟ عَلَیۡهِنَّ سَبِیلًاۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِیࣰّا كَبِیرࣰا)

Wanita-wanita yang kalian khawatiri nusuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah diri dari tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaati kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar. [Surat An-Nisa’ 34]

Begitulah sekilas gambaran kepemimpinan dalam rumah tangga yang hendaknya ditampilkan oleh seorang suami. Mutiara-mutiara keteladanan itu tersebar dalam setiap kisah manusia-manusia mulia yang telah menorehkan tinta emas dalam sejarah kehidupannya. Sekarang, bagaimana dengan kalian wahai para suami. Apa yang akan dikenang istrimu setelah engkau tiada???

Semoga Allah selalu membimbing kita dalam meraih surga rumah tangga. Amin
〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️

Pati, 18/5/2020
Alfaqir,
Pelayan SMPIT Insan Mulia Boarding School Pati
nanangpati@yahoo.co.id

Tebarkan Kebaikan