Oleh : Joko Susilo, S.Pd.I.
Ramadhan sudah berjalan lebih dari satu pekan. Ia menjadi rahmat yang dinantikan kaum muslimin setiap zaman. Kenikmatan bertemu dengannya tidak semuanya bisa merasakan. Namun kenikmatan yang sedemikian besar akankah memberikan dampak yang diharapkan? Sebagaimana dalam Q.S. Al Baqarah / 2 : 183 :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.“
Selain taqwa, keutamaan Ramadhan hendaknya juga berdampak pada produktivitas kita. Kita lihat bagaimana para ulama’ kita terdahulu begitu produktif ketika Ramadhan terutama dalam hal ibadah. Seperti Imam Syafi’i sepanjang hidupnya mengisi malam dengan 3 hal. Sepertiga untuk menulis, sepertiga untuk Shalat Malam dan sepertiga untuk istirahat. Terkhusus bulan Ramdhan Imam Syafi’i mengkhatamkan Al Quran sebanyak 60 kali dengan hitungan 1 kali di siang hari satu kali khatam dan malam hari 1 kali khatam. Demikian yang termaktub dalam Kitab Manaqib Asy Syafi’i sebagaimana dikutip oleh Muhammad Tholhah al Fayyadl. (sumber : https://nu.or.id/)
Ini artinya Imam Syafi’i dalam bulan Ramadhan sangat produktif menulis dan beribadah. Maka tak ayal jika ia memiliki banyak karya hingga lebih dari 100 kitab seperti karya terbesarnya yakni Al Umm dan Ar Risalah.
Bulan Ramadan tentu membutuhkan energi yang ekstra karena memang kita disyari’atkan puasa yang secara fisik membutuhkan kekuatan berlebih jika dibanding sebelumnya ketika tidak berpuasa. Namun tidak lantas kemudian menjadi alasan kita untuk menguras energi kita demi menjaga puasa semata. Apalagi kemudian menjadikan sabda Nabi SAW berikut sebagai alasan :
نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ وَذَنْبُهُ مَغْفُوْرٌ
“Tidurnya orang puasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amal ibadahnya dilipatgandakan, doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni” (HR Baihaqi).
Imam Al Ghazali sebagaimana dikutip oleh M. Ali Zainal Abidin menjelaskan :
بل من الآداب أن لا يكثر النوم بالنهار حتى يحس بالجوع والعطش ويستشعر ضعف القوي فيصفو عند ذلك قلبه
“Sebagian dari tata krama puasa adalah tidak memperbanyak tidur di siang hari, hingga sesorang merasakan lapar dan haus dan merasakan lemahnya kekuatan dengan demikian hati akan menjadi jernih.” (Imam al Ghazali, Ihya’ Ulumid Din, Juz 1 Hal. 246) (sumber : https://nu.or.id/)
Dengan demikian tidak ada alasan lagi kita bagi kita untuk menjadikan puasa sebagai waktu untuk kontra produktif seperti bermalasa-malasan. Tetapi hendaknya kita menjadikan puasa kita sebagai energi untuk terus produktif dengan kebaikan-kebaikan yang bisa kita ciptakan. Baik untuk kebutuhan dunia kita seperti bekerja, olah raga, silaturahim, mengembangkan bakat atau yang lainnya. Apalagi untuk akhirat kita seperti sholat fardhu maupun sunnah, Tilawah Al Quran, bersedekah,hadir di majelis ilmu dan yang lainnya.
Jangan sampai produktivitas kita pada Ramadan ini hanya berkutat pada formalitas kegiatannya tapi nihil esensi seperti acara buka bersama tetapi meninggalkan salat berhamaah atau bahkan meninggalkan Salat Maghrib hingga Isya. Ataupun malah produktif dalam menghasilkan sampah dapur dan dubur (baca : urusan perut). Sementara esensi dari kosongnya perut (puasa) sama sekali tidak tercapai. Jadi, sampai puasa ke-9 hari ini Anda sudah menghasilkan apa? Wallahu a’lam bishhowab.