===================
Inspirasi Qurani
1 Ramadhan 1443 H
3 April 2022
Allah swt. berfirman :
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِی خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسࣲ وَ ٰحِدَةࣲ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالࣰا كَثِیرࣰا وَنِسَاۤءࣰۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِی تَسَاۤءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَیۡكُمۡ رَقِیبࣰا)
Artinya : Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan Kalian yang telah menciptakan kalian dari seorang diri, dan darinya Allah menciptakan istrinya; dan dari keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kalian saling meminla satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian.[Surat An-Nisa’ 1]
Saudaraku, ayat ini sungguh sangat indah. Sangat indah karena tema kekuarga yang sangat penting dimulai dari ayat ini dengan wejangan penting tentang “taqwa*
“. Diawali dengan taqwa dan diakhiri dengan taqwa pula.
Pernahkah kita diwejang orangtua saat akan bepergian?
Atau ketika mau berangkat bekerja, berpamitan dengan istri dan pada itu dia memberikan pesan, “hati-hati di jalan ya sayang, jangan lupa makan siang, nanti setelah selesai langsung pulang ya, jangan mampir kemana-mana” dan dengan lambaian tangan dia tancapkan semua pesan itu di dalam hati.
Apa yang kita rasakan?
Bagaimana perasaan kita di tempat kerja?
Bagaimana ketika jam pulang tiba, masihkah mau mampir kemana-mana?
Begitulah Allah swt menancapkan bekal pernikahan ini. Seakan Dia mewanti-wanti kita agar melandasi pernikahan dengan taqwa, berbekal dengan ketaqwaan yang kuat, sebab itu adalah modal yang paling utama dalam membangun keluarga.
Demikian pula pesan taqwa diakhir ayat ini, kalau anda rasakan dengan hati yang jernih, begitu memberikan sentuhan lembut yang sangat berkesan. Proses membangun rumah tangga itu tidak mudah, lama….sepanjang umur kehidupan generasi ini, berliku dan penuh kelokan yang tidak bisa dilalui tanpa bekal yang kuat. Dan ia juga akan berakhir dengan tutupnya usia masing-masing pasangan sekaligus menggubah cerita baru tentang generasi sesudahnya yang merubah produk didikan orangtuanya.
Pengulangan wasiat taqwa ini seakan memberikan pesan dan sekaligus peringatan agar kita “tidak main-main” dengan syariat Allah swt yang satu ini. Taqwa yang merupakan buah dari keimanan kepada Allah swt, Rabb sekalian alam. Keyakinan akan adanya sang pencipta dan penguasa harus mampu mengantarkan seorang manusia kepada ketaqwaan dalam menjalani proses kehidupannya, termasuk di dalamnya adalah proses membangun rumah tangga.
Taqwa karena seorang laki-laki telah berani menghalalkan kehormatan seorang wanita dengan nama-Nya. Saling meminta, saling berhubungan, menjalin kebersamaan atas nama-Nya pula.
Sedemikian pentingnya taqwa menjadi landasan membangun kehidupan suami istri, maka setelah akad nikah itu terucap selanjutnya kehidupan keduanya dalam mengarungi bahtera rumah tangga juga harus senantiasa diwarnai dengan nilai taqwa.
Bagaimana ketaqwaan itu harus terpancar dalam sisi-sisi kehidupan rumah tangga? Sebelum membahas hal itu menarik untuk kita cermati dialog dua orang sahabat Rasulullah saw. dalam mendefinisikan taqwa.
percakapan antara sahabat Umar bin Khattab ra. dan Ubay bin Ka’ab ra. Umar yang meriwayatkan atsar ini bertanya kepada Ubay, “Wahai Ubay, apa makna takwa?” Ubay yang ditanya justru balik bertanya. “Wahai Umar, pernahkah engkau berjalan melewati jalan yang penuh duri?” Umar menjawab, “Tentu saja pernah.” “Apa yang engkau lakukan saat itu, wahai Umar?” lanjut Ubay bertanya. “Tentu saja aku akan berjalan hati-hati,” jawab Umar. Ubay lantas berkata, “Itulah hakikat takwa.”
Apa yang bisa kita ambil dari kisah ini? “Hati-hati”, itulah kata kunci dari taqwa. Begitulah, proses membangun rumah tangga harus senantiasa dipenuhi dengan kehati-hatian, sebab Allah swt. akan selalu memantau dan bersiap untuk memintai pertanggungjawaban. Kehati-hatian itu muncul dalam berbagai proses membangun rumah tangga, baik sebelum, selama maupun setelah pernikahan ini diputus oleh taqdir kematian.
⚠️ Dalam memilih pasangan, seorang yang bertaqwa akan sangat hati-hati. Karena bahtera rumah tangga ini akan menempuh perjalanan yang panjang, selalu bersama sepanjang hayat. Maka pastikan, harus hati-hati betul dalam memilih. Bukan karena harta atau rupa atau tahta, sebab hal ini hanya sementara saja. Cukuplah pesan baginda Rasulullah saw. menjadi panduan.
“Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung.” (HR. Bukhari-Muslim)
Demikian pula dalam melalui proses menuju pelaminan, dilalui sesuai tuntunan Ilahi. Tidak seenaknya pacaran, menjalin hubungan tanpa status, berduaan dan bersentuhan dengan orang yang belum halal bahkan berzina. Semua dilakukan dengan berpegang teguh kepada semua hal yang telah menjadi ketentuan hukum-Nya dan begitu cermatnya menghindari segala bentuk pelanggaran, sekecil apapun.
⚠️ Berhati-hati dalam memainkan peran sebagai seorang suami maupun istri. Seorang suami sebagai kepala rumah tangga harus mampu tampil sebagai pemimpin yang bijaksana, menyangi dan membimbing istri sepenuh hati. Tidak semena-mena, seenak hatinya, diktator atau main kasar. Sebab pemimpin yang bijaksana adalah yang mampu mengayomi dan “mengayemi” pasangannya. Demikian pula seorang istri akan sepenuh hati berusaha melayani suami, menjadikan rumah sebagi surga terindah, tempat peristirahatan yang nyaman, tempat melepas penat suami setelah seharian berjibaku dengan berbagai urusan pekerjaan dan tentunya seorang istri harus mampu menjadikan rumahnya menjadi tempat tujuan suami melampiaskan kerinduannya agar terhindar dari fitnah wanita di luar. Ketaqwaan membimbing masing-masing suami-istri menjalankan amanah masing-masing dengan penuh kehati-hatian, karena mereka sadar bahwa setiap mereka adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban masing-masing. Rasulullah saw. bersabda :
“….Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut….” (HR. Bukhari)
⚠️ Kehati-hatian suami istri akan tanggungjawab mendidik putra-putrinya, mengharuskan mereka mengolah segala kemampuannya agar anak-anak itu tumbuh menjadi hamba Allah swt yang baik. Tentunya keluarga harus mampu menjelma menjadi madrasah yang yang baik untuk anak-anak. Orangtua adalah guru terbaik bagi mereka. Maka, dalam setiap tingkah laku, ucapan, diam atau bicaranya, senang maupun susahnya, gembira maupun kemarahannya harus mampu ditampilkan menjadi sebuah tuntunan yang layak ditiru anak-anak. Ingat, bahwa pelajaran yang paling berkesan adalah keteladanan. Anak-anak akan terpengaruh dengan suasana rumahnya. Anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang harmonis akan tumbuh dalam kebahagiaan, sedangkan anak yang tumbuh dalam keluarga yang mengalami broken home akan kehilangan tempat yang paling indah, sehingga menggerakkan mereka mancari kebahagiaan di tempat lain yang belum tentu sesuai dengan tuntunan Tuhannya. Untuk menuntun kehati-hatian suami istri dalam mendidik anak ini Allah swt. mewanti-wanti melalui firman-Nya :
(وَلۡیَخۡشَ ٱلَّذِینَ لَوۡ تَرَكُوا۟ مِنۡ خَلۡفِهِمۡ ذُرِّیَّةࣰ ضِعَـٰفًا خَافُوا۟ عَلَیۡهِمۡ فَلۡیَتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلۡیَقُولُوا۟ قَوۡلࣰا سَدِیدًا)
Artinya : Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah. yang mereka khawatir ter-adap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.[Surat An-Nisa’ 9]
⚠️ Kehati-hatian itu juga tercermin dalam karakter tidak mau “sembrono” dalam kehidupan yang fana ini. Semua akan ditinggalkan dan hanya meninggalkan sebuah kenangan. Orang yang bijak tentunya akan sekuat tenaga meninggalkan jejak-jejak kebaikan agar namanya selalu terkenang sebagai orang yang baik.
Keimanan terpancar dalam ketaqwaan. Ketaqwaan terwujud dalam ucapan dan tindakan. Semua terarah. Semua bermuara pada satu tujuan. Bahwa bahtera rumah tangga ini diikat dengan nama Allah swt, maka harus berjalan mengikuti rambu-rambu yang telah dibuat-Nya dan berlabuh dalam naungan ridha-Nya. Insyaallah tercipta baiti jannati, rumahku adalah surgaku. Amiin.
Apa yang ingin dicipkan dalam rumah tangga orang bertaqwa? Tidak ada tujuan lain dalam berumah tangga kecuali untuk menjaga dan menguatkan ketaqwaan. Proses yang ada, dinamika yang terjadi, semua dalam rangka semakin menguatkan ketaqwaan di sisi-Nya.
Tentu tidak ada satupun teladan yang sempurna melainkan kehidupan manusia yang paling mulia, Baginda Rasulullah saw. Tengok orientasi beliau dalam pernikahan. Bukan perawan tercantik yang beliau pilih, bukan putri raja yang beliau jadikan permaisuri, dan bukan emas perak yang beliau jadikan pertimbangan. Padahal semua terbentang di hadapan beliau. Bahkan pentolan Qurasy juga pernah menawari beliau untuk memilih apapun yang beliau inginkan dari wanita, harta dan tahta. Namun, apalah gunanya itu semua bila meninggalkan ridha Allah swt. Sekali lagi, karena taqwa beliau dipuncak level tertinggi, maka kecintaan kepada Allah swt membimbing beliau sehingga berhasil membangun rumah tangga yang harmonis, mengatasi pernak-pernik dinamikanya dengan penuh keindahan. Setelah itu, kisah rumah tangga beliau betul-betul menjadi sumber inspirasi bagi orang-orang sesudahnya.
Begitulah, taqwa memberikan bimbingan, menginspirasi dan membuktikan bahwa dengannya perjalanan mengarungi bahtera rumah tangga itu begitu indah.
Tersenyumlah!!!
Hanya dengan taqwa, anda sudah punya modal cukup untuk menikah.
Tersenyumlah!!!
Hanya dengan modal taqwa anda bisa membangun mahligai rumah tangga nan indah.
Tersenyumlah!!!
Hanya dengan taqwa, anda akan mampu melahirkan generasi masa depan nan gemilang, generasi yang akan mampu memuliakan anda, mikul dhuwur, mendhem jero
〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️
Pati :
Alfaqir,
Pelayan SMPIT Insan Mulia Boarding School Pati
nanangpati@yahoo.co.id